160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT

Polsek Poasia Mengemis Minta Cabut Laporan di Propam, Dibarter Kasus Pencurian

Gedung Bidang Propam Polda Sulawesi Tenggara (Sultra).

MATALOKAL.COM, KENDARI – Sejumlah polisi menemui dan mengemis berharap belas kasihan WOH, orang tua AC (26), korban penganiayaan yang dilakukan penyidik Polsek Poasia. Sejumlah polisi meminta agar WOH mencabut laporan di Propam Polda Sulawesi Tenggara (Sultra).

Bahkan, penyidik akan melakukan tukar guling atau barter perkara antara kasus penganiayaan yang dilakukan 5 polisi di Propam Polda Sultra dengan kasus dugaan pencurian yang dilakukan AC di Polsek Poasia.

Penyidik Polsek Poasia menawarkan akan membebaskan AC dari jeratan hukum kasus pencurian sembako di Pasar Anduonohu yang bergulir di Polsek Poasia, apabila WOH mencabut laporan terhadap 5 polisi di Propam Polda Sultra.

Sebelumnya, AC dianiaya penyidik Unit Reskrim Polsek Poasia saat ditangkap saat laporan kasus pencurian sembako di Pasar Anduonohu. Penganiayaan oleh 5 polisi ini terjadi di Lr Aklamasi, Jl Kedondong, Kelurahan Anduonohu, Poasia Kota Kendari, (23/7/2025).

Atas penganiayaan itu, ibu AC, WOH melaporkan sejumlah polisi di Bidang Propam terkait dugaan pelanggaran kode etik profesi dan di Ditreskrimum Polda untuk masalah tindak pidana penganiayaan.

Kurang lebih sebulan laporan itu bergulir, WOH didatangi oleh sejumlah polisi mengemis hingga melakukan intimidasi memaksa untuk mencabut laporan penganiayaan tersebut.

Namun, WOH menolak keras permintaan itu. Sebab, WOH tak terima anaknya dianiaya secara brutal oleh sejumlah polisi. Ia bahkan memilih proses hukum tetap dilanjutkan meski anaknya juga ikut dipenjara.

“Tidak. Saya tidak mau cabut laporan (Propam dan Ditreskrimum). Enaknya mereka habis memukul baru kayak tidak ada apa-apa. Polisi-polisi itu harus dipenjara juga, kalau bisa dipecat. Anakku juga lanjutkan, silahkan proses,” tegas WOH.

Ia bercerita, permintaan mencabut laporan dibarter membebaskan anaknya dari kasus pencurian itu datang silih berganti, baik dari penyidik Polsek Poasia, keluarga polisi terduga penganiaya, Ketua RT hingga orang tak dikenal (OTK).

Mulanya, WOH didatangi pria berinisial I, yang mengaku sebagai keluarga anggota Polsek Poasia bernama Darwis, pada (30/8/2025). I meminta agar WOH mencabut laporan di Propam dan selanjutnya AC akan bebas.

Selanjutnya, WOH didatangi oleh Ketua RT bernama Amran, pada Rabu (3/9/2025). Amran tiba-tiba mengajak WOH ke Polda Sultra untuk mencabut laporan penganiayaan di Propam.

Di Polda Sultra, kata WOH, pedagang Pasar Anduonohu yang menjadi korban pencurian berinisial J juga akan menyusul. Amran menjanjikan, setelah WOH mencabut laporan di Propam, maka AC akan bebas.

“Katanya Bang Jali juga akan cabut laporan. Tapi tidak ada hubungannya antara laporan di Propam dan di Polsek Poasia. Kalau bang Jali mau cabut laporannya itu urusannya dia, tidak otomatis saya cabut laporan di Propam,” tegas WOH.

Ia bahkan menyoroti sikap tak konsisten Ketua RT yang awalnya memimpin pedagang Pasar Anduonohu melakukan aksi unjuk rasa di Polda Sultra mendukung kinerja Polsek Poasia menindak tegas pelaku pencurian.

“Sekarang sebaliknya, dia bantu polisi bebaskan pelaku pencurian. Ada apa, sudah capek mereka demo, sekarang lain gerakannya,” imbuh WOH.

Tak sampai di situ, pada Kamis (4/9/2025), WOH kembali didatangi sejumlah orang. Kali ini WOH ditemui penyidik Polsek Poasia dan Aiptu La Samidin dan Ruslan. Tujuannya sama, meminta WOH untuk mencabut laporan.

Aiptu La Samidin memohon-mohon, memelas, bahkan seperti mengemis, merapatkan kedua lututnya ke lutut WOH agar keinginannya diamini. WOH kukuh menolak, meski diiringi tawaran anaknya ikut dibebaskan jika berhasil mencabut laporan di Propam Polda Sultra.

“Tawarannya sama, kalau saya cabut laporan di Propam, bang Jali juga cabut laporan di Polsek Poasia, maka AC akan dibebaskan. Tapi saya bilang tidak, lanjut saja,” tegasnya lagi.

Bahkan, Aiptu La Samidin memberikan tenggat waktu dua hari sebelum libur kepada WOH untuk mencabut laporan. Jika laporan itu tak dicabut, Aiptu La Samidin khawatir, perkara penganiayaan itu akan dilimpahkan ke kejaksaan.

“Katanya akan dikirim ke kejaksaan, jadi dia minta sebelum hari Minggu, sudah harus dicabut. Dia mau datang lagi sampai saya cabut laporan itu. Saya tidak bisa, saya mau pergi dulu,” bebernya.

Selanjutnya, pada Sabtu (6/9/2025), WOH didatangi dua orang tak dikenal (OTK) meskipun ia mencurigai keduanya adalah polisi karena bertubuh gempal, tinggi dan rapi.

Kedua OTK ini tak memperkenalkan diri dan tidak memperlihatkan identitasnya. Mereka hanya meminta WOH untuk mencabut laporan penganiayaan di Propam Polda Sultra.

“Saya bilang tidak bisa. Bukan urusannya mereka itu. Saya juga tidak kenal. Jadi sekitar 10 menit, langsung pulang,” tandasnya.

Kapolsek Poasia AKP Samsir Bahar masih memblokir nomor jurnalis, sehingga belum memberikan respon terkait masalah ini.

Naik ke Pemeriksaan Etik

Sejumlah anggota Reskrim Polsek Poasia, Polresta Kendari, Sulawesi Tenggara menjalani pemeriksaan pelanggaran kode etik profesi Polri (KEPP) di Bidang Propam Polda Sultra. Meski begitu, Propam Polda Sultra tidak merinci polisi yang diperiksa.

Dalam surat perintah penangkapan yang ditandatangani Kapolsek Poasia AKP Samsir Bahar, tercatat 5 orang penyidik polisi diperintahkan untuk menangkap pemuda berinisial AC . Mereka adalah IPTU Dahlan, Aiptu La Samidin, Aiptu Awaluddin, Aiptu Marsaban, Aipda Yusrin Ngii, dan Bripka Cosmas Slamet.

Pemeriksaan kode etik ini dilakukan setelah Propam Polda Sultra melakukan penyelidikan atas laporan WOH yang melaporkan tindakan penyiksaan oleh sejumlah personel Polsek Poasia terhadap anaknya AC.

Penyiksaan dilakukan sejumlah personel Polsek Poasia saat menangkap AC di sebuah kos-kosan Lorong Aklamsi, Jl Kedondong, Kelurahan Anduonohu, Poasia Kota Kendari, (23/7/2025) sekitar pukul 03.00 Wita.

Akibat penganiayaan itu, AC mengalami luka-luka di wajah, leher belakang, dan paha. Bahkan AC nyaris lumpuh, karena berjalan pincang saat dimasukkan ke sel tahanan Polsek Poasia.

Atas kejadian itu, Bidang Propam Polda Sultra turun melakukan penyelidikan, memeriksa saksi-saksi, visum terhadap AC dan mengecek tempat kejadian penganiayaan.

Hasil penyelidikan itu, Propam Polda Sultra mengantongi cukup bukti dan menaikkan status perkara ini ke pemeriksaan etik. Hal itu berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) Propam Polda Sultra: B1/834/VIII/HUK.12/2025/Bidpropam.

“Ditemukan cukup bukti telah terjadi pelanggaran Kode Etik Profesi Polri yang dilakukan oleh personel Polsek Poasia. Akan dilakukan pemeriksaan etik Profesi Polri oleh Subbidwabprof Bidpropam Polda Sultra,” tulis SP2HP Propam Polda Sultra.

Sumber internal menyebutkan, Propam Polda Sultra pihaknya tengah melakukan pemeriksaan etik terhadap personel Polsek Poasia. Meski begitu, ia tak bisa tahu jumlah polisi yang diperiksa.

“Peristiwa itu benar ada. Saat ini memang ada pemeriksaan etik, tapi jumlahnya saya tidak bisa sebutkan. Seharusnya pelapor tahu,” ujarnya.

Editor: Fadli Aksar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like