
MATALOKAL.COM, KENDARI – Tim Kuasa Hukum eks Sekda Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) Nahwa Umar bongkar kejanggalan alat bukti surat yang dikantongi jaksa untuk menjerat terdakwa.
Alat bukti surat itu adalah Surat Keputusan (SK) Wali Kota Kendari tentang penetapan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Nomor 678 tahun 2020.
Dalam SK tersebut, Sulkarnain Kadir-Wali Kota Kendari 2020 lalu, menunjuk Agus Salim sebagai KPA. Sementara Nahwa Umar sebagai sekda, ex officio sebagai Pengguna Anggaran (PA).
Dalam fakta sidang, alat bukti surat yang dipegang JPU berupa kwitansi pihak ketiga, terdapat tanda tangan Agus Salim di kolom KPA pada bulan 7 dan 8.
Kuasa hukum Nahwa Umar, Muswanto Utama mengatakan, hal ini janggal karena pejabat bertindak tanpa melalui SK.
“Bagi kami itu janggal. SK-nya bulan 10, tapi terdapat tanda tangan Agus Salim di kolom KPA pada bulan 7 dan 8. Jauh sebelum SK diterbitkan,” kata Muswanto.
Tak sampai di situ, dokumen SK 679 itu ternyata bukan dokumen asli, melainkan salinan yang dilegalisir. Hakim meminta jaksa menunjukkan SK yang asli, namun tak bisa dihadirkan di persidangan.
Di dalam SK itu pula, terdapat kejanggalan, diduga ada rekayasa penulisan bulan 10. Sebab, ditemukannya corat-coret seperti tinta pulpen, di angka 10. Hal itu makin meyakinkan kuasa hukum, terdapat dugaan rekayasa dalam dokumen SK KPA.
Keyakinan adanya rekayasa dokumen barang bukti itu makin menguat ketika saksi Farida, Kepala BKAD 2020 menyampaikan keterangan berbeda terkait regulasi penunjukan KPA.
Menurut Farida, KPA biasanya ditunjuk pada awal bulan. “Tidak ada pertengahan bulan, apalagi di akhir,” tegas Farida.
SK PA diusulkan pada akhir tahun sebelumnya, ditetapkan pada awal tahun berjalan. Misalnya untuk 2020, diusulkan akhir 2019.
Selain manipulasi dokumen, dalam fakta sidang juga terungkap adanya rekayasa keterangan saksi saat proses pembuatan BAP di kejaksaan.
Adalah saksi Heldamayanti, staf Nahwa Umar yang bertugas di depan pintu masuk Sekda kala itu, diduga diintimidasi agar memberikan keterangan sesuai dengan keinginan jaksa.
Bahkan, Heldamayanti diancam ditersangkakan apabila tak mengikuti keinginan jaksa yang tercantum dalam BAP.
Dalam BAP tersebut, Heldamayanti menyampaikan bahwa terdakwa Ariyuli Ningsih Lindoeno beberapa kali masuk ke ruangan Bahwa Umar membawa berkas keuangan.
Padahal, sebagai staf Nahwa Umar, Heldamayanti adalah orang yang ditugaskan untuk mengantar dokumen-dokumen untuk ditandatangani sekda.
Siapa pun yang membawa dokumen ke ruangan sekda, harus melalui Heldamayanti. Tak ada seorangpun pun yang boleh menemui sekda secara langsung untuk membawa dokumen.
Pada sidang 26 Juni 2025, Heldamayanti memberikan kesaksian sebenarnya. Keterangan Heldamayanti disambut Ariyuli Ningsih Lindoeno.
Ia menyampaikan hanya masuk ke ruangan sekda hanya 2 kali setahun. “Itu pun hanya mengecek kue dan makanan sekda,” ujar Ningsih.
Heldamayanti pun akhirnya mencabut keterangan dalam BAP jaksa, sambil berlinang air mata.
Para terdakwa dalam perkara dugaan korupsi ini yakni mantan Sekda Kota Kendari, Nahwa Umar. Eks bendahara pengeluaran Bagian Umum Setda Kota Kendari, Ariyuli Ningsih Lindoeno dan stafnya Muchlis.
Ketiga terdakwa ini oleh JPU, didakwa telah melakukan dugaan korupsi untuk lima pos kegiatan yang merugikan keuangan negara sebesar Rp444 juta.
Lima pos kegiatan itu adalah penyediaan jasa komunikasi, air dan listrik, percetakan dan penggandaan, makan dan minum, serta pemeliharaan dan perizinan kendaraan dinas di Setda Pemkot Kendari.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim PN Tipikor Kendari, Arya Putra Negara Kutawaringin itu, telah memeriksa 29 saksi, yang sebagai besar merupakan ASN Pemkot Kendari.
Editor: Fadli Aksar