MATALOKAL.COM, KENDARI – Ratusan warga segitiga Tapak Kuda, Kelurahan Korumba, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari menolak pencocokan lahan objek sengketa atau konstantering yang bakal dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Kendari, pada Kamis (30/10/2025).
Konstantering itu diajukan Koperasi Perempangan dan Perikanan Soananto (Koppperson) ke PN Kendari usai memenangkan sengketa lahan seluas 249.021 meter persegi dikurangi 3 hektare melawan Wongko Amiruddin dan kawan-kawan.
Penolakan itu ditunjukkan dengan melakukan aksi blokade jalan di sekitar areal lokasi eksekusi Rabu pagi. Selanjutnya, massa berunjuk rasa di PN Kendari. Sejumlah massa dari kalangan emak-emak membawa alat masak, sendok, wajan hingga dandang saat menduduki ruang PTSP PN Kendari.
Tak hanya itu, mereka juga membawa sejumlah poster berisi penolakan penggusuran lahan di segitiga Tapak Kuda Kendari. Beberapa wanita lansia menitihkan air mata di depan hakim untuk membatalkan rencana eksekusi.
“Kami tak akan mundur untuk keadilan. Kami siap mati demi mempertahankan hak kami,” ujar Nurhayati, salah satu warga pemilik sertifikat di lahan sengketa tersebut.
Aksi unjuk rasa itu diwarnai kericuhan yang dipicu massa tak terima polisi memadamkan kobaran api ban bekas menggunakan alat pemadam api ringan (apar). Massa dan polisi saling tarik-menarik Apar hingga berujung bentrok.
Sebelum meninggalkan PN Kendari, warga juga menyegel pintu pengadilan menggunakan rantai dan gembok sebagai bentuk kekecewaan terhadap rencana eksekusi lahan yang sudah dihuni selama 20 tahun.
“Jelas kami menolak eksekusi karena kami punyak hak, sertifikat hak milik (SHM). (Apalagi) kami sudah tinggal 20 tahun lebih. Kami tidak mau hak kami diambil. Anak dan cucu kami lahir di situ,” kata Nurhayati.
Koordinator Aksi, La Ode Zumail mengatakan, putusan PN Kendari cacat hukum, karena legalitas penggugat tidak jelas. Meski begitu, Zumail menyebut, pihaknya tidak akan melawan PN Kendari, melainkan mempertahankan hak mereka.
“Hari ini warga Tapak Kuda bersatu mempertahankan haknya, tanahnya, juga tidak salah di mata undang-undang. Karena kami juga dilindungi undang-dengan sertifikat yang kita punya. Saya tegaskan, selangkahpun kami tidak akan mundur,” tegas Zumail.
Menurutnya, Abdi Jaya selaku pemohon konstantering, bukan merupakan subjek hukum yang sah. Sebab, Abdi Jaya merupakan ahli waris dari salah satu pengurus Kopperson, bukanlah subjek hukum yang mengajukan sengketa ke pengadilan pada 1993.
Di samping itu, Zumail bilang, sengketa lahan yang bergulir sejak tahun 1993 sudah pernah dieksekusi pada 1998, namun gagal karena batas-batas tidak bisa ditunjukkan oleh penggugat.
“Sederhananya. Saat masih hidup pengurus Kopperson, tidak bisa menunjukkan batas-batas, apalagi Abdi Jaya yang legalitasnya tidak jelas. Jadi kami masyarakat Tapak Kuda tidak akan membiarkan tanah kami direbut perampok-perampok itu,” tandasnya.
Humas PN Kendari, Arya Putra Negara Kutawaringin mengatakan, meski mendapatkan penolakan keras dari warga pemilik SHM, namun konstatering tetap dilakukan sesuai rencana awal.
“Ketua pengadilan sudah menerima aspirasi masyarakat, tapi ketua pengadilan tegas tetap melanjutkan konstantering besok, 30 Oktober 2025. Pengamanan dari kepolisian setempat,” ujar Arya.
Editor: Fadli Aksar