
MATALOKAL.COM, KENDARI – Penyidik Polda Sultra, Brigadir Dedi Wahyudi dan Sumarlin Hijira, diduga merekayasa perkara sejumlah laporan dugaan tindak pidana, salah satunya terkait penggelapan benda tidak bergerak berupa tanah.
Laporan itu diduga merupakan pesanan dari seorang pengusaha asal Kabupaten Bombana, bernama H Ashar Imran untuk melakukan kriminalisasi terhadap Kepala Desa Batuawu, Kecamatan Kabaena Selatan, Bombana, bernama Syafruddin.
Akibat kriminalisasi ini, Syafruddin ditahan selama 35 hari dan nama baik serta martabatnya dicemarkan. Tak hanya itu, istri dan anak-anak Syafruddin masih mengalami trauma.
Rekayasa penyidik terungkap setelah kasus yang menjerat Syafruddin tidak terbukti dan diputus bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Pasarwajo nomor: 52/pid.B/2024/Pn Psw.
Putusan ini juga telah berkekuatan hukum tetap setelah Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Bombana. Putusan itu terdaftar dengan nomor 1635 K/pid/2024.
Syafruddin mengatakan, dua penyidik Ditreskrimum Polda Sultra itu memaksakan penetapan tersangka terhadap dirinya dengan alat bukti yang tidak mengarah pada tindak pidana dimaksud.
“Contohnya bukti transfer. Itu bukan transfer pembelian tanah, melainkan biaya membantu pengobatan, sebagian adalah treatmen di RSPAD Jakarta M Gazali Sahlan,” beber Syafruddin lewat keterangan tertulisnya.
Menurut Syafruddin, kriminalisasi ini diawali saat dirinya mengajukan pembatalan sertifikat tanah seluas 0,7 hektare milik H Ashar Imran ke BPN Bombana.
Pembatalan itu dilakukan lantaran saat proses pengurusan sertifikat, lokasi lahan tidak sesuai dengan surat penguasaan fisik ditandatangai sendiri Syafruddin. Tanah itu diberikan oleh M Gazali Sahlan sebagai rasa terimakasih karena membatu biaya pengobatan.
“Dalam pengurusan sertifikat itu, saya ketahui bukan merupakan bagian tanah yang diberikan M Gazali, karena letaknya berjauhan. Olehnya saya menyurat ke BPN Bombana untuk pembatalan sertifikat. Di sinilah awalnya saya dilaporkan,” katanya.
Syafruddin menegaskan, fakta tersebut membuktikan penyidik tidak cermat dalam melakukan penyelidikan dan cenderung berpihak kepada pelapor H Ashar Imran.
Bahkan, Syafruddin bilang, Brigadir Dedi Wahyudi dan Sumarlin Hijira merupakan penyidik pesanan. Pasalnya, setiap laporan yang dibuat Ashar Imran atau kerabatnya, selalu ditangani dua penyidik ini.
“Laporan terhadap Marsono pada 2016 dan Arfan 2025 dilaporkan oleh Irsan merupakan anak buah Ashar Imran, penydiknya sama, Dedi Wahyudi dan Sumarlin Hijira. Bagi saya ini pesanan,” sebut Syafruddin.
Syafruddin pun meminta Kapolda Sultra untuk menindak tegas kedua penyidik tersebut karena bertindak tidak netral dan mencoreng nama baik institusi kepolisian.
“Akibat ulah dua penyidik ini, saya ditahan selama 35 hari. Anak dan istri saya masih trauma karena foto saya disebar oleh pelapor ke masyarakat. Ini sangat merugikan harkat dan martabat saya,” tandasnya.
Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Pol Iis Kristian belum merespon WhatsApp jurnalis matalokal.com saat dihubungi, Rabu (8/10/2025).
Editor: Fadli Aksar