160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT

Debu Hitam Pembawa Maut di Konawe

Debu hitam batu bara yang berasal dari penyimpanan di pelabuhan milik PT VDNI-OSS beterbangan di perbatasan Konawe dan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. (Foto: Saharuddin)

MATALOKAL.COM, KONAWE – Kehadiran PT Virtue Dragon Nickel Industry dan Obsidian Stainless Steel, dua perusahaan pemurnian nikel asal China di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara mulai meresahkan kehidupan masyarakat.

Bagaimana tidak, ribuan warga kini terpapar infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Tak sedikit dari mereka harus lebih sering memeriksakan diri ke puskesmas. Bahkan, beberapa di antaranya meninggal dunia.

Surni (35), belum bisa menyembunyikan kesedihannya setelah kedua orangtuanya Idrus Moita (60) dan Siti Roslina (54) meninggal dunia.

Matanya lirih menatap layar gawai yang digenggam erat tangan kanannya. Sekitar 10 detik sorotan mata Surni memandangi foto Idrus Moita dan Siti Roslina ketika masih hidup.

Ayah dan ibu Surni ini meninggal dunia setelah kondisi kesehatan mereka diduga diperburuk polusi udara PLTU batu bara. Kedua pasutri itu sering keluar masuk rumah sakit setelah PLTU captive beroperasi.

PLTU captive memasok listrik untuk menggerakkan mesin pabrik PT OSS. Bangunan pembangkit listrik ini berdekatan dengan rumah Surni di Desa Lambuluo, Kecamatan Motui, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

PLTU captive yang berdiri di Desa Tani Indah, Kecamatan Kapoiala, Kabupaten Konawe, hanya perantarai Sungai Motui, sekaligus menjadi tanda batas antarkabupaten.

PLTU captive milik PT OSS di Desa Tani Indah, Kecamatan Kapoiala, Konawe Sulawesi Tenggara. (Foto Didi untuk Matalokal.com)

“Sejak PLTU beroperasi, debu batu bara ini menjadi makanan kami sehari-hari. Bernapas seperti panas,” ujar Surni.

Polusi debu batu bara beterbangan ke Kecamatan Motui tak hanya dihasilkan dari aktivitas PLTU, melainkan kegiatan bongkar muat di pelabuhan.

Material batu bara yang tidak ditutup, kerap diterbangkan angin ke arah Kecamatan Motui. Terlebih saat sebelum hujan, angin kencang menyapu batubara hingga 5 kilometer.

Debu hitam batu bara ini merepotkan pekerjaan rumah Surni, membersihkan debu yang menempel di rumahnya. Sekitar sejam membersihkan, debu batu bara kembali menempel.

Surni mengaku nyaris semaput, sebab dia hanya sanggup seorang diri membersihkan dapur dan teras rumah. Meski tergolong muda, Surni sanggup membagi waktu untuk membersihkan rumah.

“Setiap saat kita bersihkan tapi masih tetap saja hitam. Sehari 5 sampai 6 kali menyapu teras. Kursi dan meja harus kita tutup. Kalau tidak dibersihkan, debu itu bisa sampai lutut,” keluh Surni.

Siti Roslina, tiba-tiba sesak napas ketika Surni membersihkan rumah, terlebih saat membereskan jaring laba-laba yang bersarang di sudut-sudut ruangan.

Nenek tiga cucu ini memiliki riwayat penyakit asma yang diidap sejak lama. Debu hitam batu bara yang menempel di tembok, meja, lantai, hingga sarang laba-laba diduga memperburuk asmanya.

“Setiap kali kita bersihkan sarang laba-laba langsung dia terkontak (terkontaminasi) sesak napas, dibawa ke puskesmas langsung dirujuk di rumah sakit Kota Kendari,” kata Surni.

Siti Roslina harus menjalani perawatan serius di ICU RSUD Kota Kendari. Karena tak kunjung membaik, nenek tiga cucu ini harus dirujuk ke Rumah Sakit Wahidin Makassar, Sulawesi Selatan.

Roslina kerap kali keluar masuk rumah sakit, baik di Kota Kendari maupun Makassar, Sulawesi Selatan. Sepanjang 2023, tercatat Roslina sudah 4 kali masuk rumah sakit.

Sempat membaik setelah dirawat, namun kembali mengalami sesak napas ketika pulang di rumahnya. Roslina menghembuskan napas terakhirnya di RSUD Kota Kendari pada Oktober 2023.

Sebulan setelahnya, suaminya, Idrus Moita juga ikut mangkat. Pria paruh baya ini meninggal dunia setelah dirawat karena mengidap sakit tuberculosis (TB)

Sebelum meninggal dunia, Idrus dirujuk di Rumah Sakit Wahidin Makassar. Sepekan di rumah sakit, kondisi Idrus mulai membaik. Ia harus menjalani rawat jalan selama 6 bulan dan diminta berhenti merokok.

“Pulang di rumah, hanya nonton, tidur saja. Tidak ada aktivitas di luar rumah. Jadi sudah tidak batuk-batuk. Tapi pakai masker setiap hari,” kata Surni.

Beberapa waktu pulang ke rumah, sakit Idrus kembali kambuh, mengalami batuk tak kunjung henti hingga harus dilarikan ke RSUD Kota Kendari.

Sekembalinya dari Makassar, keluarga berinisiatif memeriksa cairan dahak Idrus di klinik Kota Kendari. Hasilnya, pria 3 cucu ini divonis mengidap TB. Hasil itu diserahkan ke dokter RSUD Kota Kendari.

Petugas medis mengambil tindakan untuk menyedot cairan yang menumpuk dari paru-paru Idrus, disebut sebagai thoracentesis atau torakosintesis.

“Dua minggu di rumah bapak meninggal dunia. Padahal selama di Makassar dokter tidak bilang kalau itu TBC. Waktu itu mungkin karena batuk kering, tidak ada dahak, apalagi darah,” jelas Surni.

Tetangga desa Surni, Sahir (50) warga Desa Motui, mengaku panik melihat debu batu bara seperti badai pasir tat kala mendekati rumahnya.

Melihat debu hitam, Sahir segera menyuruh anak-anaknya memakai masker. “Karena debu ini beda dengan debu di jalan, hitam,” kata Sahir.

Sepuluh menit badai debu hitam batu bara mengepung Motui, mata Sahir perih, tenggorokan panas, bahkan sakit saat menelan liur ataupun makanan.

Meski begitu, kondisi ini sudah biasa dirasakan Sahir. Udara tak sehat ini acap kali dihirup. Terlebih jika angin kencang, debu hitam batu bara hitam tampak jelas beterbangan.

Sahir kerap alami batuk yang tak kunjung sembuh hingga harus periksakan diri ke Puskesmas Motui. Menurut Sahir, anak-anak dan orangtua paruh baya paling rentan terkena ISPA hingga sakit paru-paru.

Seperti yang dialami Samsuddin (65) seorang petambak di Desa Tani Indah, Kecamatan Kapoiala, Kabupaten Konawe. Rumahnya hanya seratus meter dari cerobong asap PLTU captive.

Dua tahun belakangan, Samsuddin kerap alami sesak napas. Di saat yang sama, perutnya perih dan penglihatan kabur. Ia telah berulang kali ke Puskesmas Kapoiala untuk berobat tetapi tak kunjung sembuh.

“Sudah sering saya berobat ke puskesmas tapi tidak ada perubahan (sembuh), akhirnya saya minta dirujuk ke rumah sakit,” kata Samsuddin.

Pria tua ini harus berobat ke RSUD Kota Kendari, ibukota provinsi 22 kilometer dari rumahnya untuk mendapatkan pengobatan yang lebih serius.

Samsuddin (65) menatap foto rontgen paru-parunya yang berwarna hitam diduga debu batu bara. (Foto: Saharuddin)

Samsuddin menemui dr Wa Ode Zerbarani, penanggung jawab Radiologi, RSUD Kota Kendari. Sang dokter menyarankan agar Samsuddin menjalani pemeriksaan organ dada menggunakan sinar-x atau rontgen thorax.

“Kata dokter, ini (sesak napas) gara-gara debu. Dokter tanya, tinggal di mana, adakah itu batu bara di situ. Saya bilang, sudah di situ batu bara keliling (beterbangan), (PLTU) samping rumah,” terang Samsuddin.

Berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi, paru-paru Samsuddin didiagnosa mengalami Emphysema Pulnolum dan Fibrosis Pulmo Bilateral Suspek ec Post Infeksi.

Kepada Samsuddin, dokter bilang pria berambut gelombang sebahu itu, di paru-parunya terdapat debu hitam bercampur putih.

Dokter menyarankan agar Samsuddin selalu menggunakan masker, meski dalam kondisi tidur. “Karena katanya dokter, biar di dalam kelambu, debu halusnya (batubara) masuk,” katanya.

Puskesmas Morosi saat ini melaporkan kasus ISPA setiap bulan secara langsung ke Kementerian Kesehatan untuk mengantisipasi terjadinya kejadian luar biasa (KLB).

Kepala Puskesmas Morosi, Hendry Febriana Hende mengatakan, dalam sehari tercatat 20-40 pasien yang memeriksakan diri di Puskesmas Morosi. 7 sampah 15 orang di antaranya adalah pasien yang mengeluhkan ISPA.

Data ISPA di lingkar industri nikel PT VDNI-OSS Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Diolah dari data puskesmas dan BPS. (Foto: olah data)

Setiap kali terjadi peningkatan kasus ISPA yang signifikan, pihaknya langsung melakukan intervensi dengan penyuluhan langsung kepada masyarakat, salah satunya terkait penggunaan masker.

Hendry meyakini, industri nikel menjadi salah satu penyebab tingginya kasus ISPA di Morosi. Pasalnya, pasien yang kerap datang berobat adalah karyawan dan warga di lingkar industri nikel.

“Apalagi di sini wilayah tambang, jadi kita minta warga untuk memakai masker, menanam pohon pelindung di depan rumah,” kata Hendry.

Selain faktor debu dan asap smelter, kasus ISPA di Morosi juga disebabkan cuaca panas, sampah bertebaran dan imunitas daya tahan tubuh seseorang.

Centre for Research on Energy and Clean Air atau CREA (Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih) melakukan studi pada Februari 2024 menemukan hilirisasi nikel menjadi pemicu kematian tertinggi.

Riset berjudul ‘Membatah Mitos Nilai Tambah Menilik Ulang Industri Hilirisasi Nikel’ melakukan studi di klaster industri nikel berbasis batu bara di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara.

Dalam studi CREA, tiga provinsi ini menjadi titik utama sumber emisi dari smelter nikel, hampir 80 persennya dievaluasi untuk studi. Sisanya berasal dari PLTU captive yang dioperasikan untuk memenuhi kebutuhan listrik ke unit-unit smelter nikel.

PT OSS dengan kapasitas produksi tahunan sebesar 2,2 juta ton feronikel dan 3 juta ton baja tahan karat, diperkirakan menyebabkan lebih dari seribu kematian setiap tahunnya dan menempati posisi teratas.

Tanpa pemasangan dan pengoperasian teknologi pengendalian pencemaran udara (APC) yang tepat, sebanyak 1,2 juta penduduk akan terpapar NO2 dan SO2 dengan konsentrasi yang melebihi ambang batas harian.

Diperkirakan 7 juta orang akan terpapar konsentrasi PM2.5 yang melebihi ambang batas harian. Ketiganya diketahui sebagai polutan udara utama yang membahayakan kesehatan.

“Pertumbuhan industri nikel yang pesat, jika tidak diatur, akan menyebabkan lebih dari 3.800 kematian pada tahun 2025 dan hampir 5 ribu kasus pada tahun 2030,” tulis CREA dalam hasil risetnya.

Hasil riset lembaga Centre for Research on Energy and Clean Air atau CREA menemukan polusi udara hasil pengolahan nikel dan PLTU captive PT OSS di Kabupaten Konawe menjadi penyebab kematian tertinggi. (Foto: Hasil riset CREA)

Peneliti CREA, Katherine Hasan mengatakan, di wilayah industri Smelter PT OSS-VDNI di Kabupaten Konawe terdapat emisi polutan udara berbahaya seperti PM2.5, SO2, dan NO2.

Ketiga polutan udara ini membahayakan kesehatan. Selain itu, terdapat emisi lain dari proses smelter nikel dan pembangkit batu bara captive tapi tidak dimodelkan di studi CREA.

Sementara, untuk polusi udara dari penyimpanan batu bara, CREA belum melakukan kajian secara khusus terkait kandungan polutan udara. Namun, CREA menemukan banyak pekerja tambang batu bara yang terpapar.

Terkait debu batubara dari stokpile, dampak bahaya dari risiko tergantung dari jumlah/konsentrasi yang dilepaskan. Sehingga sulit untuk menetapkan mana yang lebih berbahaya.

“Untuk debu batu bara dan emisi PLTU serta smelter, yang paling beresiko, tentu semua warga yang tinggal dekat dari sumbernya, karena paparan konsentrasinya tinggi dan terus menerus,” jelas Katherine.

Katherine Hasan menyarankan PT VDNI-OSS melakukan kewajiban kontrol dan monitor kualitas udara ambien. “Kalau dari kasat mata, pasti sudah melebihi,” tegasnya.

Novita Indri, Juru Kampanye Trend Asia mengatakan, biaya yang murah acap kali menjadi alasan perusahaan industri nikel menggunakan batu bara untuk pembangkit listrik. Namun, mereka mengabaikan dampak berbahaya dari penggunaan batu bara.

Bahaya penggunaan batu bara biasanya berkelindan dengan pengolahan dan manajemen kontrol yang seringkali diabaikan industri nikel.

Dalam beberapa kasus, penyimpanan batu bara menjadi sumber polutan udara, apalagi saat musim kemarau dan angin kencang. Debu batu bara naik ke udara karena tidak diberi penutup yang aman.

“Ini sangat rentan bagi perempuan, anak-anak, lansia, dan kelompok yang rentan terhadap debu batu bara,” ujar Novita.

Hal yang paling berbahaya ketika pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor Nomor 22 Tahun 2021 yang mengeluarkan batubara dari kategori limbah barang berbahaya beracun (B3).

Akibatnya, limbah fly ash bottom ash (FABA) batubara yang dikeluarkan lewat proses pembakaran tidak perlu lagi mendapatkan perlakuan khusus dan boleh dibuang di mana saja.

Parahnya, masyarakat, khususnya korban tidak pernah mendapatkan kompensasi dari perusahaan, karena dianggap sebagai penyakit biasa, dan bukan disebabkan dari polutan udara batu bara.

Trend Asia menegaskan, pemerintah sudah sepatutnya menjatuhkan sanksi kepada perusahaan smelter nikel apalagi terbukti melanggar karena tidak memenuhi standar baku lingkungan hidup.

Sanksinya berupa pemberhentian operasi sementara, memperbaiki cerobong pengelolaan emisi. Jika perlu pemerintah mencabut izin operasional dan menutup perusahaan. Tetapi sanksi ini, alih-alih diterapkan, pengawasan juga enggan dilakukan pemerintah.

“Seharusnya DLH ini memiliki catatan, kalau tidak punya, pertanyaannya kenapa mereka tidak mengawasi. Apalagi terbukti ISPA di sana meningkat, ditambah lagi ada kasus meninggal dunia awal mulanya dari debu stokpile, cerobong,” ujarnya.

Humas PT VDNI Ihsan Umar maupun Genneral Affair PT OSS, Bahar tidak merespons pesan Whatsapp dan panggil telepon saat dihubungi media ini hingga Kamis, 1 Mei 2025.

Sebelumnya, Oktober 2024 lalu, Bahar menyatakan polutan udara yang dirasakan masyarakat bukan berasal dari stokpile penyimpanan batu bara di pelabuhan ataupun dari cerobong asap PLTU captive.

“Di dalam (pabrik) kami sudah buatkan terowongan penampungan, jadi biar keres angin tidak bisa keluar,” ujar Bahar saat ditemui di Desa Tani Indah, Kecamatan Kapoiala, pada Oktober 2024 lalu.

Meski begitu, ia tak menafikan keluhan masyarakat terkait debu batu bara tersebut. Pasalnya, perusahaan sangat membutuhkan batu bara untuk pembangkit listrik menyalakan unit-unit pabrik.

Bahar menegaskan, polutan udara yang terjadi berlangsung secara alami, “Biar bukan batu bara kita berdebu ji,” katanya.

Pihak perusahaan juga mengklaim telah memberikan akses lapangan kerja sebagai sebagai kompensasi pencemaran lingkungan akibat debu hitam batu bara.

“Tak hanya itu, kami perusahaan juga telah menyalurkan bantuan CSR yang dikelola Badan Usaha Milik Desa (Bumdes),” tandasnya.

Penulis: Saharuddin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like