
MATALOKAL.COM, KONSEL – Seorang kakek di Desa Lawisata, Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara mengadang alat berat perusahaan tambang nikel CV Nusantara Daya Jaya (NDJ) dan PT Gerbang Multi Sejahtera (GMS).
Kakek bernama Asmara ini nekat tiduran di bawah truk besar sebagai bentuk perlawanan perampasan lahan istrinya Sunaya. Pasalnya, lahan tersebut telah dimenangkan Sunaya lewat putusan Pengadilan Negeri Andoolo pada Desember 2024 lalu.
Aksi perlawanan kakek Asmara ini dilakukan demi mempertahankan lahan seluas 9 hektare yang diklaim oleh warga bernama Kumbolan.
Kumbolan sendiri mengklaim memiliki lahan itu lewat Surat Keterangan Tanah (SKT) yang dibuat pada 2024 lalu. Padahal, Sunaya telah memperoleh tanah tersebut pada 2010 dan telah mengantongi dokumen SKT.
Kuasa hukum Sunaya, Fahrial Ansar mengatakan, karena terjadi sengketa, pihaknya mengajukan gugatan ke PN Andoolo. Hasilnya, Sunaya memenangkan gugatan ini.
“Lahan ini memang sempat dikelola ayah Kumbolan tahun 1985. Namun, ayah Kumbolan menjualnya ke warga yang lain dan sudah beberapa kali berpindah tangan hingga dibeli klien kami pada 2010,” ujar Fahrial Ansar, pada Senin 27 Januari 2024.
Setelah dibeli pada 2010, Sunaya mengelola lahan tersebut dengan menanami berbagai komoditi, salah satunya kelapa. Bahkan, Sunaya aktif membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) lahan ini ke negara hingga kini.
Sejumlah bukti dokumen kepemilikan lahan dan saksi-saksi yang dihadirkan pihak Sunaya di persidangan berhasil meyakinkan hakim PN Andoolo.
“Dokumen-dokumen dan saksi-saksi yang kami hadirkan di persidangan berkesesuaian, sehingga kami bisa memenangkan gugatan. Sementara, mereka (Kumbolan) hanya memiliki SKT tahun 2024 dan surat-surat yang saling bertentangan,” tegasnya.
Alih-alih angkat kaki dari lahan Sunaya, setelah putusan PN Andoolo keluar, CV NDJ dan PT GMS malah menggusur paksa lahan Sunaya dengan melakukan aktivitas operasi produksi.
Meski kesal, kakek Asmara secara persuasif meminta perusahaan agar tak menambang di lahan yang telah dimenangkan itu. Namun, permintaan kakek Asmara tak digubris, perusahaan terus melakukan aktivitas pertambangan.
Puncak kekesalan Asmara pun terjadi pada 24 Januari 2025. Kakek Asmara, dengan sisa-sisa tenaganya berupaya mengadang mobil dump truk dan alat berat CV NDJ dan PT GMS
Aksi tersebut lantas viral membuat Kumbolan bersepakat agar CV NDJ dan PT GMS menghentikan aktivitas mengeruk material tanah sampai adanya putusan sengketa lahan itu inkrah.
“Tidak ada lagi kegiatan produksi sambil menunggu proses hukum yang sedang berjalan,” tulis poin 3 dalam kesepakatan bermaterai yang turut ditandatangani, Kapolsek Laonti dan Babinsa sebagai saksi.
Namun, Minggu 26 Januari 2024, CV NDJ mengingkari kesepakatan itu. Perusahaan kontraktor tambang ini masih beroperasi dan melakukan aktivitas produksi.
Tak tinggal diam, Asmara mengusir sejumlah alat berat perusahaan agar keluar dari lahan yang masih berstatus quo. Asmara juga memasang tanda kepemilikan lahan dengan mencantumkan putusan PN Andoolo, nomor: 17/PDT.G/2024/PN ADL.
Fahrial Ansar menyebut, CV NDJ tidak menghargai putusan pengadilan. Dalam pertimbangan majelis hakim, SKT tahun 2010 milik Sunaya sah dan berkekuatan hukum.
Tak hanya itu, majelis hakim PN Andoolo menyatakan, kegiatan PT GMS dan CV NDJ menambang di lahan Sunaya adalah perbuatan melawan hukum.
“Poin ketiga menyatakan, perbuatan para tergugat (PT GMS dan CV NDJ ) yang menguasai dengan cara menebang pohon untuk dijadikan sebagai lahan pertambangan di atas lahan sengketa adalah perbuatan melawan hukum,” tandasnya.
Asmara pun memohon kepada Presiden Prabowo Subianto agar mengerahkan aparat kepolisian untuk menindak tegas perusahaan tambang yang merampas lahan istrinya tersebut.
“Kami memohon Presiden Prabowo Subianto untuk mencabut IUP PT GMS dan menindak tegas perusahaan tambang yang merampas lahan kami,” pintanya.
Humas PT GMS, Sakir tak merespon pesan WhatsApp jurnalis matalokal.com saat dihubungi.
Editor: Fadli Aksar