MATALOKAL.COM, KONSEL – Kuasa Hukum Supriyani, Andri Darmawan menilai tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut lepas kliennya aneh. Lantaran terlihat anomali dalam pertimbangannya.
Andri pun berpandangan, sikap JPU yang aneh itu karena personel korps Adhyaksa itu malu untuk menyebut tidak ada tindak pidana yang dilakukan Supriyani kepada anak polisi.
Hal itu disampaikan, Andri Darmawan usai sidang pembacaan tuntutan yang dibacakan JPU yang dipimpin Kepala Kejari Konawe Selatan, Ujang Sutisna, di Pengadilan Negeri Andoolo, Senin, 11 November 2024.
JPU Kejari Konawe Selatan menuntut lepas Supriyani, karena dianggap penganiayaan terhadap anak polisi itu. Sebab meski terjadi penganiayaan tetapi bukan tindak pidana, karena tidak ditemukan niat jahat.
“Bagaimana seseorang dinyatakan bersalah, tapi tidak ada mens rea atau niat jahat di situ. Bagaimana tindakan spontan itu, itu tidak dijelaskan,” tanya Andri Darmawan merespon tuntutan JPU.
Menurut Andri Darmawan, untuk membebaskan seseorang, hanya ada dua pertimbangan, yakni alasan pembenar dan pemaaf, sebagaimana diatur dalam KUHP.
Pertimbangan tak adanya niat jahat sendiri, tidak masuk dalam alasan pembenar dan pemaaf. Andri bilang, pertimbangan JPU itu kontradiktif antara rangakaian tuntutan dan kesimpulan.
“Saya pikir jaksa kebingungan memformulasikan ini. Ada perbuatan pidana tapi ada mens rea, atau niat jahat, bagaimana itu,” terang Andri.
Andri mencontohkan, alasan pembenar misalnya seorang yang melakukan tindak pidana karena perintah jabatan, keadaan darurat atau terpaksa membela diri.
Sementara, alasan pemaaf adalah seorang yang melakukan tindak pidana namun dalam kondisi gangguan jiwa dan pembelaan yang berlebihan.
“Jadi mens rea itu tidak muncul. Mungkin (JPU) malu saja misalnya mengakui bahwa sebenarnya tidak ada kejadian itu (pemukulan), jadi (JPU) membuat tuntutan yang aneh,” tandasnya.
Meski dituntut lepas, tim kuasa hukum Supriyani menyatakan keberatan dan akan mengajukan pledoi yang akan dibacakan pada sidang lanjutan, pada Kamis, 14 November 2024.
Sebelumnya, Supriyani dituntut lepas oleh JPU Kejaksaan Negeri Konawe Selatan saat sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Andoolo, Senin, 11 November 2024.
Tuntutan itu dibacakan Kepala Kejari Konawe Selatan, Ujang Sutisna, didampingi Pelaksana harian (Plh) Kasi Pidum Kejari Konsel, Bustanil Najamuddin Arifin.
JPU Kejari Konsel Ujang Sutisna meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Andoolo, agar Supriyani lepas dari segala tuntutan hukum.
“Membebaskan terdakwa Supriyani binti Sudiharjo dari dakwaan ke satu pasal 80 ayat 1 junto pasal 76 huruf C Undang-Undang Nomor Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,” ujar Ujang Sutisna.
Jaksa penuntut umum meyakini Supriyani terbukti melakukan penganiayaan terhadap siswanya berinisial MCD (8), yang merupakan anak polisi Aipda Wibowo Hasyim.
Menurut JPU, penganiayaan terjadi pada Rabu, 24 April 2024 antara pukul 08.00 hingga pukul 10.00 Wita saat korban tengah mengikuti pelajaran tematik membaca dan menulis di kelas 1A yang diberikan gurunya, Lilis Herlina Dewi.
Di antara waktu itu, Lilis Herlina Dewi meninggalkan kelas menuju ke ruang guru. Saat itulah diyakini Supriyani telah melakukan pemukulan terhadap anak polisi.
“Berdasarkan kejadian yang berlangsung singkat, sekitar 5 sampai 10 menit di antara saksi Lilis Herlina Dewi meninggalkan kelas 1A ke ruangan guru. Supriyani secara spontan melakukan pemukulan setelah melihat korban tidak menulis,” jelasnya.
Meski begitu, JPU berpendapat, penganiayaan yang dilakukan Supriyani kepada anak polisi bukan pidana, karena terjadi secara spontan.
Sehingga JPU berpendapat, dugaan penganiayaan terjadi, namun tidak bisa dibuktikan adanya niat jahat dari perbuatan itu.
“Sehingga walaupun perbuatan pidana dapat dibuktikan, tapi dalam perbuatannya tersebut tidak dapat dibuktikan adanya sifat jahat mens rea. Oleh karena itu perbuatan Supriyani tidak dapat dipidana,” tegasnya.
Alasan yang meringankan Supriyani yakni bersikap sopan selama persidangan, memiliki 2 anak yang masih kecil sehingga masih membutuhkan kasih sayang.
Editor: Fadli Aksar