MATALOKAL.COM, KONSEL – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) asal daerah pemilihan (dapil) Sulawesi Tenggara Jaelani memberikan dukungan moril kepada guru Supriyani.
Sebelumnya, Supriyani dilaporkan ke Polsek Baito, Kabupaten Konawe Selatan karena dituduh menganiaya muridnya, yang juga anak Kanit Intelkam Polsek Baito, Aipda Wibowo Hasyim.
Kini kasus guru Supriyani telah bergulir di meja hijau di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo. Supriyani telah melewati agenda pembacaan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Konawe Selatan.
Anggota DPR RI, Jaelani menyatakan, ia menemui langsung Supriyani di kediaman Camat Baito Kabupaten Konawe Selatan. Hal ini sebagai bentuk dukungan moril dirinya sebagai wakil rakyat Sultra di senayan.
Ia mengaku, kasus yang menimpa guru Supriyani menjadi salah satu perhatian serius DPR RI.
“Kasus ini viral setelah ibu guru Supriyani ditahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe Selatan. Setelah adanya informasi ini, saya berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memperoleh kronologi peristiwa tersebut. Kasus ini menjadi salah satu konsen kami di DPR RI,” kata Jaelani.
Jaelani menjelaskan, harusnya kasus ini tidak sampai viral jika di awal dilakukan restoratif justice di tingkat Polsek Baito. Hal itu juga sejalan dengan memorandum of understanding (MoU) antara Polri dan PGRI tentang mekanisme penanganan perkara dan pengamanan terhadap profesi guru.
“Tapi kan akhirnya tidak ada kesepakatan, sampai adanya dugaan permintaan uang Rp50 juta yang viral ini. Hal ini sebenarnya yang membuat masalah ini ramai diperbincangkan,” jelasnya.
Terhadap dugaan kesalahan prosedur penanganan perkara hingga dugaan permintaan uang ini, Ketua DPW PKB Sultra ini menilai jadi tanggung jawab Polda Sultra untuk menanganinya.
“Kita percayakan kepada Polda untuk mengungkapnya. Saat ini kan Polda Sultra juga sudah menurunkan tim untuk melakukan penyelidikan,” ujarnya.
Jaelani juga menyoroti tidak dilakukannya restoratif justice di tingkat Kejari Konsel sebelum perkara ini dilimpahkan ke pengadilan.
Sebab, kasus dugaan penganiayaan kepada murid ini sudah ada yurisprudensi dari putusan MA. “Jadi mestinya tidak sampai di pengadilan,” ujarnya.
Saat ini, proses kasus ini telah sampai di tingkat pengadilan. Untuk itu, ia menyerukan semua pihak menghormati proses hukum yang telah berjalan.
“Kita berharap majelis hakim memutus perkara ini dengan adil buat ibu guru Supriyani. Putusan MA diharapkan menjadi salah satu rujukan dalam putusan nanti. Apalagi, ibu Supriyani ini telah 16 tahun mengabdi sebagai guru honorer,” katanya.
Jaelani menuturkan, kasus guru Supriyani ini akan menjadi salah satu yang akan didiskusikan di DPR RI terkait seperti apa aturan teknis tentang perlindungan guru yang bermasalah hukum akibat mendisiplinkan muridnya.
“Kasus ini ibarat gunung es. Belakangan banyak laporan ke polisi tentang guru yang diduga melakukan tindak penganiayaan terhadap muridnya. Nanti saya akan dorong ke rekan-rekan di komisi X seperti apa regulasi aturan turunannya terkait undang-undang perlindungan guru,” kata anggota Komisi IV.
Jaelani juga mengapresiasi langkah PGRI dan semua pihak memberikan dukungan kepada Supriyani. Namun, lanjut dia, hak anak pelapor untuk mendapatkan pendidikan yang layak juga harus dipenuhi.
“Meskipun guru bermasalah dengan orang tua anak, tapi hak anak untuk mendapatkan pendidikan juga perlu diberikan oleh guru,” tuturnya.
Ia berharap, masalah yang menimpa guru Supriyani ini menjadi pelajaran semua pihak, baik guru, penyidik kepolisian dan kejaksaan.
“Semoga kasus pelaporan guru ke kepolisian ini tidak lagi terjadi. Kita berharap juga kasus kekerasan guru terhadap murid juga tidak ada lagi. Begitu pula penegakan hukum terhadap tindak kekerasan di lingkungan pendidikan mengedepankan restoratif justice,” harapnya.
“Khusus kasus ibu Supriyani, kita lihat nanti seperti apa eksepsi dari kuasa hukum ibu Supriyani dan putusan pengadilan terhadap perkara ini,” pungkas Jaelani yang juga anak guru di Kabupaten Muna.