MATALOKAL.COM, KENDARI – Sekda Kota Kendari, Sulawesi Tenggara Ridwansyah divonis 1 tahun penjara lewat putusan kasasi majelis hakim Mahkamah Agung (MA), pada Jum’at 18 Oktober 2024.
Ridwansyah Taridala terbukti melakukan tindak pidana korupsi gratifikasi dari PT Midi Utama Indonesia untuk memuluskan izin pendirian Alfamidi di Kota Kendari.
“Menjatuhkan pidana penjara 1 tahun dan pidana denda Rp 50 juta, apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan kurangan selama 1 tahun,” tulis putusan kasasi Mahkamah Agung.
Kasipenkum Kejati Sultra, Dody membenarkan adanya putusan itu. Sekda Kota Kendari akan segera dijebloskan ke penjara. Eksekusi putusan MA akan dilakukan Kejari Kendari.
“Yang eksekusi jaksa Kejari Kendari, lewat proses pemanggilan terlebih dahulu. Nanti kapan waktunya akan dieksekusi tunggu informasi selanjutnya,” ujar Dody.
Ridwansyah Taridala merupakan satu dari tiga terdakwa korupsi izin pendirian gerai Alfamidi. Dua terdakwa lain yakni eks Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir dan mantan staf ahli wali kota, Syarif Maulana.
Menurut Dody, nasib kedua terdakwa ini masih menunggu putusan kasasi Mahkamah Agung. Pihaknya enggan berspekulasi terkait bersalah atau tidaknya Sulkarnain Kadir dan Syarif Maulana.
“Kita menunggu saja putusan Mahkamah Agung. Ini lagi proses (kasasi) dan kita menunggu,” jelas Dody.
Sebelumnya, Ridwansyah Taridala divonis bebas oleh majelis hakim Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Kendari. Tak tinggal diam, jaksa penuntut umum (JPU) langsung melakukan upaya hukum kasasi di Mahkamah Agung.
Peran Sekda Kota Kendari
Sekda Kota Kendari turut serta menerima gratifikasi senilai Rp721 juta dari PT Midi Utama Indonesia untuk memberikan izin pendirian 6 toko ritel di Kota Kendari.
Praktik rasuah itu dilakukan pada Maret 2021 lalu, saat Ridwansyah Taridala masih menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Kendari.
Kasi Penyidikan Kejati Sultra, Sugiatno Migano membeberkan, Ridwansyah Taridala bersama Syarif Maulana membuat rencana anggaran biaya (RAB) fiktif proyek kampung warna-warni Petoaha – Bungkutoko.
Padahal, proyek tersebut sudah dianggarkan di APBD Perubahan Kota Kendari Tahun 2021 lalu. Namun, keduanya menggelembungkan anggaran 100 persen dari nilai APBD Perubahan tersebut.
“Selanjutnya, RAB ini digunakan untuk meminta dana CSR kepada Manajemen PT Midi Utama Indonesia,” terang Sugiatno, pada Senin (13/3/2023) petang.
Pada saat itu, PT Midi Utama Indonesia ingin mengurus izin pendirian 6 gerai Alfamdi di Kota Kendari, sehingga kedua pihak menggelar pertemuan.
Pertemuan pun digelar, yang dihadiri, eks Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir, Syarif Maulana, menejer CSR PT Midi Utama Indonesia berinisial A dan 3 karyawan.
“Dalam pertemuan tersebut, salah satu pihak sengaja menyalahgunakan kewenangannya menunjuk SM dengan ketentuan sendiri terkait syarat-syarat perizinan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja,” ungkap Sugiatno.
Sugiatno menegaskan, pejabat Pemkot Kendari sengaja melakukan upaya pemerasan kepada PT Midi Utama Indonesia.
Mereka meminta dana CSR untuk membantu pembangunan kampung warna-warni di Petoaha – Bungkutoko.
“Kalau tidak membantu memberikan dana CSR untuk kepentingan progam kampung warna-warni Petoaha – Bungkutoko, maka perizinannya akan dihambat,” beber Sugiatno Migano.
Selain itu, para tersangka ini meminta kepada PT Midi Utama Indonesia untuk menyiapkan 6 lokasi gerai dengan nama lokal.
“Yang di dalamnya, para pihak (tersangka) ini mendapat gratifikasi berupa sharing profit,” ujarnya.
Aspidsus Kejati Sultra, Setyawan Nur Chaliq mengatakan, anggaran pembangunan kampung warna-warni Petoaha – Bungkutoko ini sudah dianggarkan dalam APBD Kota Kendari.
“Namun para tersangka ini meminta lagi kepada PT Midi, yang jumlahnya di-mark up sekitar Rp721 juta,” ujar Setyawan Nur Chaliq.
Sekda Kota Kendari, Ridwansyah Taridala dan Syarif Maulana pun dijerat dengan Pasal 11 dan 12 Huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi.
Editor: Fadli Aksar