MATALOKAL.COM, KENDARI – PT Gema Kreasi Perdana (GKP), anak perusahaan Harita Group milik Lim Hariyanto menolak berhenti melakukan dugaan pencurian nikel di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara.
Tercatat, aktivitas penambangan ilegal hingga 12 Oktober 2024 PT GKP diduga telah membawa kabur 61 tongkang bijih nikel dari Desa Roko-roko, Wawonii Tenggara, Konkep, usai putusan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi melarang tambang di pulau kecil dengan luas kurang dari 2 ribu kilometer persegi, karena merupakan aktivitas berbahaya tak normal yang merusak ekosistem dan kehidupan pesisir serta pulau-pulau kecil.
Anggota DPRD Konkep fraksi Partai Gerindra Sahidin mengutuk tindakan PT GKP, lantaran telah terang-terangan mengangkangi putusan MK yang menguatkan UU Nomor 1 Tahun 2014.
Selain putusan MK, ada putusan Mahkamah Agung nomor 57 dan 14 yang telah membatalkan pasal tambang dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Konkep.
“Ini benar-benar perbuatan menabrak hukum. Tindakan GKP ini menghina lembaga hukum tertinggi di negeri ini dan menginjak-injak nalar hukum kita,” kesal Sahidin kepada matalokal.com, pada Sabtu, 12 Oktober 2024.
Putusan MA nomor 57 dan 14 yang membatalkan pasal-pasal tambang dalam Perda RTRW Konkep secara otomatis berlaku meskipun beleid tersebut tak direvisi oleh pemerintah daerah.
Menurut Sahidin, hal itu diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil. Secara rigid disebutkan dalam bab pelaksanaan putusan, pasal 8 ayat 2.
“Ketika 3 bulan atau 90 hari sejak menerima putusan MA itu, DPRD dan Bupati Konkep tidak melakukan revisi, maka demi hukum pasal-pasal tambang dalam Perda RTRW itu sudah tidak mempunyai kekuatan hukum,” tegas Sahidin.
Teranyar, putusan Mahkamah Agung nomor 403 yang membatalkan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) PT GKP seluas 707,10 di Konkep pada 7 Oktober 2024 lalu tak juga membuat PT GKP angkat kaki.
Bahkan, PT GKP kembali menambatkan tiga kapal tongkang di pelabuhan Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara. Aktivitas pemuatan bijih nikel berlangsung hingga 12 Oktober 2024 pukul delapan Sabtu pagi.
“Sampai hari ini saya barusan dapat kabar dari lapangan bahwa GKP masih melakukan penambangan dan pengangkutan hasil tambang nikel,” ungkap Sahidin.
Anggota DPRD Konkep ini pun mendesak kepolisian dan Balai Penegakkan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera menindak PT GKP.
Sebab, PT GKP tak lagi punya legitimasi sejak keluarnya 4 putusan MA dan MA. Sehingga, tak ada lagi alasan PT GKP tak angkat kaki dari Pulau Wawonii.
Selain itu, Sahidin juga meminta kepada Pemda Konkep agar segera mencabut persetujuan lingkungan dan sejumlah izin lainnya.
“Setelah alat kelengkapan dewan terbentuk, kami akan rapat dan duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan perizinan yang diterbitkan Pemda Konkep sesuai kewenangannya,” tandasnya.
Warga Wawonii Pani Arpandi mengatakan, putusan MA soal IPPKH seharusnya menguatkan pemerintah dari level daerah hingga provinsi, dan aparat penegak hukum untuk mengusir GKP dari Pulau Wawonii.
Sebab, Arpandi menilai, selama ini ada kesan keberpihakan pemerintah kabupaten, provinsi, dan kepolisian kepada perusahaan, dengan tidak mengeksekusi putusan-putusan yang mengaskan aktivitas penambangan PT GKP ilegal.
“Saya mendesak pemerintah pusat dan seluruh pihak terkait untuk tunduk dan melaksanakan putusan dengan mengusir GKP keluar dari Wawonii,” tegasnya.
Senada dengan itu, warga Pulau Wawonii, Tayci menegaskan, putusan MA ini adalah bentuk pengakuan dan perlindungan bahwa pesisir dan pulau-pulau kecil tidak untuk ditambang.
Tayci meminta penegak hukum untuk segera menindak tegas PT GKP berdasarkan seluruh putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sebab, kemenangan warga Wawonii diabaikan oleh PT GKP yang masih berani melakukan aktivitas penambangan.
“Karena itu, kami meminta untuk segera mengusir PT GKP keluar dari Pulau Wawonii.” tandasnya.
Humas PT GKP Marlion menolak menyetop aktivitas pertambangan sambil menunggu salinan putusan MA terkait pencabutan IPPKH diterima secara resmi.
“Kami berharap semua pihak bisa menghargai dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Saat ini, aktivitas PT GKP masih berjalan sembari menunggu salinan putusan resmi MA untuk dipelajari lebih lanjut,” ujar Marlion.
Terkait putusan MA soal RTRW, bagi Marlion, hal itu hanya sebatas revisi pasal-pasal tambang yang sampai saat ini tak kunjung dilakukan Pemda Konkep. Sehingga aktivitas PT GKP masih berjalan normal.
“Sampai sekarang revisi RTRW belum selesai. Saat ini kami masih memegang Peraturan Menteri ESDM, bahwa Konkep itu mengakomodir tambang. Perlu kita ketahui juga, IUP tidak berdiri di atas RTRW,” ujar Marlion.
Sementara itu, Marlion mengakui putusan MK yang menolak uji materi UU pesisir dan pulau-pulau kecil yang diajukan PT GKP. Namun, menurut Marlion, MK tidak melarang aktivitas tambang dilakukan di pulau kecil secara mutlak.
“Ada klausul dalam pertimbangan majelis hakim konstitusi, tidak melarang pertambangan di pulau-pulau kecil, bahkan dibolehkan, sepanjang tidak terpenuhi unsur-unsur pelanggaran, yaitu masalah sosial budaya dan lingkungan,” kata Marlion.
Menurut Marlion, tak ada pencemaran lingkungan ataupun masalah sosial budaya yang terjadi di Kabupaten Konkep. Masalah itu, kata ia, hanya dibuat-buat oleh segelintir orang yang menolak tambang.
“Hutan yang dikatakan rusak, mananya yang rusak, bisa dikroscek. Kemudian kerusakan lingkungan, kalau dari posisi saya, posisi kami di posisi pro, tidak ada kerusakan lingkungan. Kecuali ditanya sama orang yang kontra, pasti dia bilang ada kerusakan lingkungan,” dalihnya.
Editor: Fadli Aksar
Setiap TAMBANG ILEGAL, PEJABAT SETEMPAT LAH SEBAGAI PELINDUNG MYA.
Tapi kalau masyarakat melapor ke pihak Kepolisian, Pejabat setempat PURA PURA TIDAK TAU, PURA PURA TOLOL DAN BUTA ( semoga tolol dan buta benaran selamanya)
Angkat kaki saja dari pulau wawonii, sudah akui saja kalian para penambang kala total