MATALOKAL.COM, KENDARI – Nursinah, Wakil Ketua PN Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan bakal menentukan nasib dua warga Torobulu, Haslilin dan Andi Firmansyah, Selasa, 1 Oktober 2024.
Nursinah akan memimpin sidang vonis terhadap dua pejuang lingkungan atas dakwaan menghalang-halangi aktivitas pertambangan yang dilaporkan PT Wijaya Inti Nusantara (WIN) di PN Andoolo.
Haslilin dan Andi Firmansyah dituntut pidana selama 8 bulan penjara oleh JPU Kejari Konsel usai menjalani rangkaian persidangan. Meskipun, tindakan dua warga Torobulu itu memperjuangkan lingkungan yang sehat.
Nursinah merupakan mantan hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) PN Kendari yang memiliki setumpuk kontroversi. Salah satunya pernah membebaskan 2 terdakwa korupsi.
Kedua terdakwa itu yakni Sekda Kota Kendari, Ridwansyah Taridala dan Staf Ahli Wali Kota Kendari Syarif Maulana dalam kasus dugaan korupsi pemerasan terhadap PT Midi Utama Indonesia atau Alfamidi pada 2023 lalu.
Ridwansyah Taridala dituntut pidana 4 tahun 6 bulan penjara oleh jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara karena melanggar Pasal 12 Huruf e dan Pasal 11 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 56 KUHP.
Ridwansyah Taridala didakwa melakukan tindak pidana korupsi pemerasan terhadap perusahaan PT Midi Utama Indonesia secara bersama-sama dengan Syarif Maulana dan Sulkarnain Kadir.
Namun, majelis hakim yang dipimpin Nursinah menolak seluruh dalil dan pembuktian yang dilakukan JPU terhadap Ridwansyah Taridala. Nursinah lantas membebaskan Ridwansyah Taridala dari segala tuntutan.
“Terdakwa Ridwansyah Taridala dinyatakan bebas dan seluruh hal yang menyangkut nama baiknya segera dipulihkan,” kata Nursinah.
Sementara itu, Syarif Maulana dibebaskan hakim Nursinah setelah JPU menuntut hukuman pidana 6 bulan penjara terhadap eks kader PKS itu.
Dicopot dari Hakim Tipikor
Nursinah dicopot di tengah jalan saat memimpin sidang dugaan korupsi pemerasan dan atau suap yang dilakukan eks Wali Kota Kendari Sulkarnain Kadir, November 2023 lalu.
Rentetan peristiwa itu dimulai ketika JPU Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara Edwin Beslar, Muhammad Yusran, Ari Rahael, Anita Daud, dan Zainuddin memilih meninggalkan ruangan atau walk out dalam sidang yang dipimpin Nursinah.
Kala itu Nursinah memimpin sidang perkara dugaan korupsi pemerasan terhadap Alfamidi dengan terdakwa eks Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir.
Komposisi hakim ini juga menyidangkan 2 kasus korupsi untuk terdakwa Ridwansyah Taridala dan Syarif Maulana. Jaksa pun khawatir, hakim akan kembali menjatuhkan vonis bebas terhadap Sulkarnain Kadir.
Tak sampai di situ, Walk Out JPU Kejati Sultra lantaran majelis hakim yang dipimpin Nursinah dianggap tidak netral alias berpihak terhadap terdakwa Sulkarnain Kadir. Pihaknya pun meminta Nursinah untuk diganti.
JPU Kejati Sultra, Edwin Beslar menjelaskan, saat persidangan Syarif Maulana, jaksa hendak mengejar aliran dana kepada Sulkarnain Kadir. Namun, justru hakim menolak pertanyaan itu.
“Menurut ketua majelis hakim (Nursinah) itu bukan bagian dari dakwaan dan diarahkan untuk tidak melebar. Padahal, itu bagian dari pembuktian oleh penuntut umum untuk meyakinkan hakim bahwa ada tindak pidana pemerasan ataupun penyuapan sebagaimana yang telah didakwakan,” tegasnya.
JPU Kejati Sultra lantas melaporkan hakim Nursinah ke Komisi Yudisial atas tuduhan pelanggaran kode etik perilaku hakim.
Imbasnya, Nursinah ‘dicopot’ sebagai majelis hakim tindak pidana korupsi dan tidak boleh lagi menyidangkan perkara korupsi untuk terdakwa Sulkarnain Kadir.
Ketua Majelis Hakim Nursinah digantikan oleh Sera. Sedangkan posisi Sera yang sebelumnya menduduki hakim anggota 1 digantikan oleh Bintoro.
Namun, Humas PN Kendari, Arya Putra Negara membantah Nursinah diganti karena insiden JPU Walk Out dan tuduhan tidak netral memimpin kasus korupsi. Melainkan Nursina mendapat promosi jabatan.
“Ibu Nursinah dipromosikan sebagai wakil Ketua PN Konsel. Bukan karena memiliki kepentingan dalam sidang dugaan penyuapan izin Alfamidi di Kendari,” ungkapnya.
Meski ketua majelis hakim kasus dugaan kriminalisasi terhadap Haslilin dan Andi Firmansyah penuh kontroversial, namun tim kuasa hukum warga Torobulu berharap kedua pejuang lingkungan itu divonis bebas.
Pasalnya, menurut kuasa hukum warga Torobulu, Sadam Husain, Haslilin dan Andi Firmansyah dituntut menggunakan pasal 162 UU Minerba, yang dinilai sebagai pasal karet.
“Frasa merintangi atau menghalangi aktivitas pertambangan tidak dapat dikenakan kepada dua terdakwa, oleh karena itu kami penasehat hukum terdakwa berharap diputus bebas,” tandasnya.
Editor: Fadli Aksar