MATALOKAL.COM, KONUT – Sejumlah orang mencatut nama CV Malibu diduga mencaplok lahan tambang PT Antam di Desa Marombo, Kabupaten Konawe Utara (Konut) Sulawesi Tenggara (Sultra), pada Selasa 10 September 2024 pekan lalu.
Sejumlah orang ini memasangkan plang tanda larangan beraktivitas di lahan tambang tersebut tanpa seizin pihak CV Malibu, Hamid Talib.
Tak hanya itu, sejumlah orang ini menutup jalan khusus tambang atau hauling dengan melakukan penggalian agar tak bisa dilalui kendaraan.
Tindakan ini pun memantik kecaman dari Muh Andriansyah Husen, Ketua Umum Lingkar Kajian Kehutanan. Menurutnya, CV Malibu merupakan salah satu dari 10 perusahaan yang izin usaha pertambangannya telah dicabut.
Andriansyah memperlihatkan dokumen surat dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) (sekarang Kementerian Investasi) terkait pemberitahuan pencabutan IUP 10 perusahaan Maret 2022.
Beleid itu bernomor 66/A.9/B.3/2022 tertanggal 11 Maret 2022. Surat ini ditunjukkan kepada masing-masing Dinas Penanaman Modal PTSP 29 provinsi, termasuk Sulawesi Tenggara.
Keputusan itu juga diawali lahirnya surat edaran Dirjen Minerba Kementerian ESDM bernomor T-1502 /MB.04/DJB.M/2021 tentang pelaksanaan putusan Mahkamah Agung tertanggal 23 Desember 2021.
Putusan MA itu sendiri bernomor 77K/tun/2013 tertanggal 26 Juni 2013 dan telah berkekuatan hukum tetap. Bahwa izin 11 perusahaan yang terbit pada 11 Januari 2010 tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat karena tumpang tindih di IUP PT Antam.
IUP PT Antam sendiri lahir berdasarkan SK Bupati Konut nomor 158 tahun 2010 tentang pemberian IUP-OP PT Antam (KW 10 APR OP 005) tanggal 29 April 2020 seluas 16.920 Ha. IUP OP Antam tersebut dikuatkan dengan putusan MA RI nomor 225K/TUN/2014/Tanggal 17 Juli 2014.
Kesebelas perusahaan itu yakni PT Avry Raya, PT Hafar Indotech, PT James & Armando Pundimas, PT Karya Murni Sejati 27, CV Malibu, PT Sangia Perkasa Raya, PT Wanagon Anoa Indonesia, PT Sriwijaya Raya, CV Ana Konawe, PT Rizky Cahaya Makmur dan PT Mughni Energi Bumi.
“CV Malibu ini sudah lama IUP-nya dicabut, secara legalitas perusahaan ini tidak bisa beraktivitas, apalagi ada oknum-oknum mengatasnamakan, jadi tidak punya legal standing,” tegas alumni Fakultas Kehutanan UHO ini.
Namun, faktanya, lanjut Andriansyah, para oknum ini menutup jalan dan menghentikan aktivitas perusahaan lain mengatasnamakan CV Malibu, bahkan tepat berada di kawasan hutan lindung.
Andriansyah bilang, berdasarkan aturan, setiap orang yang memasuki kawasan hutan harus mengantongi Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
“Saya pastikan oknum-oknum ini tidak mengantongi PPKH, karena sepanjang saya tahu, kawasan itu masih berstatus hutan lindung dan belum pernah diturunkan statusnya ke hutan produksi oleh KLHK,” jelasnya.
Andriansyah pun menduga oknum-oknum tersebut melanggar UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
“Mendesak Balai Gakkum KLHK, Dinas Kehutanan Sultra untuk turun ke lokasi mengecek dan menghentikan aktivitas pihak-pihak yang mengatasnamakan CV Malibu,” pintanya.
Selain itu, Andriansyah juga mendesak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara untuk mengusut oknum-oknum yang mematok dan mengklaim lahan di PT Antam. Sebab, lahan tersebut merupakan milik negara.
“Apabila ada aktivitas tanpa sepengetahuan PT Antam, maka ini adalah tindakan yang merugikan perekonomian negara, sehingga ini bisa dijerat UU Tipikor,” tandasnya.
Kabid Minerba ESDM Sultra, Hasbullah membenarkan izin CV Malibu telah dicabut pemerintah lewat BKPM dan diberitahukan lewat DPM-PTSP Sultra.
“Iya benar, informasinya seperti itu. Surat pencabutannya ditembuskan ke PTSP, tidak ke kami,” ujarnya saat dikonfirmasi, pada Selasa, 17 September 2024.
Kadis Kehutanan Sultra, Sahid, belum merespon pesan WhatsApp dan panggilan telepon wartawan matalokal.com, saat dihubungi pada Rabu, 18 September 2024.
Editor: Fadli Aksar