MATALOKAL.COM, KENDARI – Penjabat Wali Kota Kendari, Muhammad Yusup diduga “memalak” ribuan Aparatur Sipil Negara, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, dan pegawai Perumda, lewat aturan iuran sampah.
Namun, dalam Perda Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah tak tercantum kewajiban ASN sebagai wajib retribusi untuk membayar iuran tersebut.
Dalam kebijakan yang dikeluarkan Muhammad Yusup, setiap ASN diwajibkan menyetorkan iuran sebesar Rp 21 ribu per bulan ke rekening Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kota Kendari.
Pungutan itu diketahui ketika Pj Wali Kota Kendari, Muhammad Yusup dengan menerbitkan Surat Instruksi Nomor 1 Tahun 2024 tertanggal 27 Mei 2024 Tentang Pembayaran Retribusi Persampahan.
Instruksi Wali Kota Kendari itu kemudian ditindaklanjuti dengan surat edaran Sekda Kota Kendari, Ridwansyah Taridala bernomor: 660/1533/2024 tertanggal 31 Mei 2024.
Dalam surat itu, Sekda Kota Kendari meminta setiap organisasi perangkat daerah (OPD) untuk melaporkan pembayaran retribusi sampah tersebut kepada Inspektorat selama 6 bulan, mulai Januari hingga Juni 2024.
Setiap OPD diminta melaporkan ke Inspektorat dengan melampirkan bukti pembayaran setiap ASN, PPPK dan Pegawai Pemuda.
Sejumlah ASN pun terpaksa harus melunasi Rp 126 ribu untuk pembayaran selama 6 bulan tersebut. Meski begitu, tak sedikit ASN yang mempertanyakan aturan retribusi sampah itu.
Salah seorang ASN Pemkot Kendari yang tak ingin disebutkan namanya mengeluhkan iuran sampah kebijakan Muhammad Yusup tersebut. Sebab, aturannya dibuat Mei 2024, namun diberlakukan mulai Januari.
“Kenapa aturannya dibuat Mei tapi disuruh bayar mulai Januari 2024. Saya belum mau bayar sampai mendapatkan penjelasan dari Pj Wali Kota Kendari,” kata ASN ini kepada matalokal.com, pada Senin, 10 Juni 2024.
Sementara itu, salah seorang PPPK yang juga tak ingin disebutkan namanya mengatakan, dirinya telah membayar retribusi senilai Rp 126 ribu ke rekening DLHK.
“Saya sudah bayar, tapi belum tahu itu bagaimana pelayanannya, saya ikut saja apa yang diperintahkan atasan. Semua PPPK diwajibkan membayar,” jelasnya terpisah.
Ketua Forum Kajian Pemuda Mahasiswa Indonesia Sulawesi Tenggara, Ardianto mengeritik keluarnya Instruksi Wali Kota Nomor 1 Tahun 2024 tersebut, sebab bertentangan dengan Perda Nomor 6 Tahun 2023.
Bagi Ardianto, iuran itu seperti aksi pemalakan karena dipungut secara paksa kepada ribuan ASN Kota Kendari. Ia menghitung pemasukan dari iuran itu bernilai fantastis lantaran mencapai Rp 1 miliar sekali bayar untuk 6 bulan.
“Instruksi itu adalah dasar untuk melakukan dugaan pemalakan kepada para ASN, PPPK dan pegawai Perumda di Kota Kendari karena ini bertentangan dengan Perda Nomor 6 Tahun 2023,” tegasnya kepada matalokal.com.
Ardianto bilang, beleid itu tak mengatur secara eksplisit terkait kewajiban ASN untuk membayar iuran. Begitu pula nominal Rp 21 ribu tak dijabarkan dalam perda, melainkan hanya diwajibkan kepada setiap rumah tangga.
“Jika instruksi wali kota merujuk pada perda, tidak ada eksplisit menyebut ASN. Aturan ini problematik, karena terbit instruksi 27 Mei 2024, namun berlaku surut sejak Januari 2024. Ini bertentangan dengan asas hukum,” tegasnya.
Ardianto menambahkan, dalam Perda Nomor 2 Tahun 2012 yang sebelum direvisi, iuran sampah itu tak diwajibkan kepada ASN, melainkan hanya OPD senilai Rp 100 ribu per bulan.
Olehnya itu, Ardianto menilai, kebijakan Pj Wali Kota Kendari ini diduga melawan hukum dan diduga sarat dugaan tindak pidana korupsi.
“Kami meminta Inspektorat dan Kejati Sultra agar segera memeriksa Pj Wali Kota Kendari atas dugaan pemerasan terhadap pegawai pemerintahan,” tuturnya.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Kota Kendari, Sahabuddin mengaku belum mengetahui instruksi ataupun peraturan wali kota yang diterbitkan Muhammad Yusup.
Politikus Partai Golkar ini bilang, semestinya, baik peraturan ataupun instruksi wali kota disampaikan ke Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Kendari.
“Saya selaku anggota Bapemperda, maupun komisi II tidak tahu masalah perwali tentang pungutan retribusi sampah Rp 21 ribu terhadap ASN,” kata Sahabuddin saat dihubungi via telepon, pada Senin, 10 Juni 2024.
Sahabuddin mengetahui adanya retribusi sampah ini setelah dirinya menerima keluhan sejumlah ASN. Ia pun turut menyoroti penentuan nominal iuran sebesar Rp 21 ribu per bulan itu.
“Kenapa ada angka Rp 21 ribu, ada juga ujungnya seribu. Kedua terkait regulasi yang digunakan, apakah menggunakan instruksi ataupun perwali. Kalau instruksi, kita harus melihat lagi rujukan dasar hukumnya,” tanya Sahabuddin.
Ia menilai, nilai Rp 21 ribu itu naik 400 persen lebih dari sebelumnya Rp 5 ribu per bulan berdasarkan perda sebelum direvisi yang berlaku untuk setiap rumah tangga.
Jika pun ada kebijakan, Sahabuddin meminta Pj Wali Kota Kendari agar tak selalu membebankan pendapatan asli daerah (PAD) kepada ASN. Sebab masih banyak pelaku usaha lain yang bisa menjadi sumber pemasukan daerah.
“Kasian juga ASN yang gajinya cuma berapa. Kalaupun (iuran) ini tidak banyak tapi dikali sekian ASN banyak juga. Kita harapkan Pemkot Kendari tidak instan mencari pendapatan, ada hal yang bisa digali tanpa membebankan para ASN,” tegasnya.
Ketua Komisi III DPRD Kota Kendari, Rajab Jinik tak mempermasalahkan pungutan iuran sampah diterapkan kepada ASN. Namun, bagi kader Partai Golkar melihat ada kejanggalan dalam penerapan kebijakan oleh Pj Wali Kota Kendari, Muhammad Yusup.
“Kalaupun itu kalau menjadi kebijakannya pemerintah kota untuk mengenakan biaya sampah terhadap ASN, dia turunkan perwali saya pikir sah-sah saja, tapi untuk masyarakat tidak bisa, karena rujukannya di perda kita. Hanya kemudian yang menjadi janggal kenapa berbeda ya,” jelasnya.
Rajab Jinik pun berencana akan memanggil DLHK Kota Kendari untuk meminta penjelasan terkait retribusi sampah tersebut, pasalnya masalah ini sudah menjadi keluhan sejumlah ASN.
“Kami coba panggil DLHK ya untuk menjelaskan. Bisa jadi selesai lebaran (Iduladha),” katanya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kota Kendari, Paminuddin menjelaskan, penerapan iuran sampah itu berlaku setelah merevisi Perda Nomor 2 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Umum menjadi Perda Nomor 6 Tahun 2023.
Aturan yang diubah yakni terkait iuran pelayanan sampah dari Rp 5 ribu menjadi Rp 21 ribu per bulan. Namun, Paminuddin tak bisa menunjukkan frasa ASN dalam perda yang ditandatangani 5 Januari 2024 itu.
“Di perda menyebutkan angka Rp 21 ribu, tentu itu tidak rata semuanya, dunia usaha beda, ruko (rumah toko), perhotelan beda, pedagang kaki lima beda, masyarakat umum atau rumah tangga itulah Rp 21 ribu,” ujarnya via telepon, pada Senin, 10 Juni 2024.
Meski dalam perda tak menyebutkan secara eksplisit frasa ASN, namun Paminuddin menyebutkan rumah tangga bisa dimaknai sebagai ASN.
Ia lantas mencontohkan, jika dalam rumah tangga sebagai wajib retribusi terdapat seorang ASN dan telah membayar iuran, maka gugurlah kewajiban tersebut.
“Jadi katakan saya ini masyarakat tapi saya ASN, sudah membayar sebagai ASN berarti status (kewajiban) saya sebagai masyarakat. (Kalau dalam satu rumah tangga ada 2 ASN) harus 2 keluarga,” bebernya.
Mantan Kepala BPBD Kota Kendari ini menjelaskan, iuran tersebut merupakan jasa pengangkutan sampah dari tempat pembuangan sementara ke pembuangan akhir setelah dibuang oleh rumah tangga.
“Jadi yang diangkut dari tempat pembuangan sementara ke pembuangan akhir itulah yang dibayar sebenarnya, karena menggunakan sarana pemeriksaan, karena pakai dump truk, kemudian petugasnya dibayar honornya oleh pemerintah,” jelasnya.
Paminuddin menegaskan, anggaran dari iuran sampah akan digunakan untuk menambah armada pengangkutan, menaikkan honor petugas dan memperbanyak kontainer penampungan sampah.
“Begitu ada penerimaan dari sektor itu, sarana yang perlu kita tingkatkan, mungkin sarana armadanya, tempat pembuangan sampah yang resmi, kemudian TPS dari kontainer kita perlu perbanyak,” tandasnya.(*)
Editor: Fadli Aksar