160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT

Jejak Korupsi Calon Bupati Bombana Dalam Proyek Jembatan di Butur

Bekas Penjabat Bupati Bombana, Burhanuddin saat menghadiri panggilan penyidik Kejati Sultra terkait dugaan korupsi proyek Jembatan Cirauci II senilai Rp 2,1 miliar, 1 November 2023. (Foto: Fadli Aksar)

MATALOKAL.COM, KENDARI – Dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) mengungkap keterlibatan eks Penjabat (Pj) Bupati Bombana Burhanuddin dalam kasus dugaan korupsi proyek jembatan Cirauci II, di Buton Utara (Butur).

Burhanuddin terjerat dalam lingkaran dugaan korupsi proyek Jembatan Cirauci II berdasarkan surat dakwaan dengan nomor registrasi perkara: PDS 04-05/RP-9/P.3.13/Ft.1/02/2024 yang ditandatangani JPU Kejari Muna Musrin Age.

Keterlibatan Kadis Sosial Sultra dalam kasus rasuah ini, salah satunya karena tak segera memutus kontrak vendor CV Bela Anoa yang tak mampu menyelesaikan pekerjaan hingga 70 persen.

Perbuatan Burhanuddin dalam dakwaan JPU tersebut diduga keras mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 600 juta dari total pagu Rp 2,1 miliar bersama-sama dengan terdakwa Rahmat dan Terang Ukoras Sembiring.

Burhanuddin sendiri merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas SDA dan Bina Marga Sultra sejak 24 Mei 2021.

Sementara, terdakwa Rahmat merupakan peminjam bendera perusahaan CV Bela Anoa dari Terang Ukoras Sembiring selaku direktur.

CV Bela Anoa sendiri dikontrak oleh Dinas SDA dan Bina Marga Sultra untuk mengerjakan proyek Jembatan Cirauci II mulai 21 Mei 2021 hingga 17 Oktober 2024.

“Penyedia jasa (CV Bela Anoa) telah gagal pada uji coba 3, seharusnya saksi Burhanuddin selaku PPK menerbitkan surat peringatan kritis 3 dan memutus kontrak secara sepihak, tapi hal itu tidak dilakukan,” tulis Dakwaan JPU Musrin Age.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, bobot fisik pembangunan Jembatan Cirauci II itu hanya 2,23 persen. Seharusnya, menurut JPU, berdasarkan syarat-syarat umum kontrak, angka 44,2 persen pengerjaan dinyatakan kritis 1.

Alih-alih menerbitkan pemutusan kontrak terhadap CV Bela Anoa, Burhanuddin justru memberikan adendum atau perpanjangan waktu selama 57 hari, pada 5 Oktober 2021.

Meski sudah diberi perpanjangan waktu, perusahaan yang dipimpin Terang Ukoras Sembiring itu tak juga menyelesaikan proyek jembatan Cirauci II hingga 13 Desember 2021.

“Hal itu menunjukkan bahwa terdakwa Rahmat tidak memiliki kemampuan dan kompetensi mengerjakan proyek jembatan,” tegasnya.

Dugaan korupsi itu berawal saat Dinas SDA dan Bina Marga Sultra mengadakan lelang proyek Jembatan Cirauci II dengan anggaran Rp 2,1 miliar.

Dinas SDA dan Bina Marga pun meminta Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sultra untuk mencari penyedia jasa kontruksi dengan sistem lelang terbuka.

Dalam proses lelang terbuka, tercatat 46 perusahaan jasa kontruksi mendaftar untuk mengerjakan proyek jembatan sungai ini. Namun, hanya 4 perusahaan menyampaikan dokumen penawaran.

Keempat perusahaan itu yakni CV Bela Anoa Rp 2 miliar. CV Bina Marga Utama dengan penawaran Rp 1,7 miliar. CV Rayhan Raya Rp 1,9 miliar dan CV Setiawan Mitra Kontruksi Rp 2,1 miliar.

Dalam ketentuan lelang, perusahaan jasa kontruksi ini harus memenuhi syarat teknis, yakni wajib menyediakan sejumlah item peralatan utama. Di antaranya, crane, trailer, dan dump truck.

“CV Bela Anoa ini tidak memiliki peralatan utama tersebut. Sehingga terdakwa Terang Ukoras Sembiring menyewa crane, trailer dan dump truk kepada pihak lain secara tertulis dalam proses lelang,” jelas isi dakwaan JPU.

Kendati, tanpa memiliki peralatan utama tersebut, CV Bela Anoa tetap memenangkan proyek Jembatan Cirauci II itu. Bahkan, ditemukan fakta, selama pengerjaan proyek tidak ada peralatan yang dimaksud.

Perbuatan ini bertentangan dengan pasal 17 ayat 1 Perpres nomor 16 tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Bahwa penyedia wajib memenuhi kualifikasi sesuai barang/jasa yang diadakan.

Terdakwa Rahmat mengetahui ihwal proses lelang dan melihat proyek pembangunan Jembatan Cirauci II ini akan dimenangkan CV Bela Anoa.

Jelang penetapan pemenang tender, Rahmat ditemani saksi bernama Ono bertemu Terang Ukoras Sembiring di salah satu warkop di Kota Kendari, pada Mei 2021 lalu.

Terdakwa Terang Ukoras Sembiring sepakat meminjamkan CV Bela Anoa kepada Rahmat. Sehingga proyek pembangunan Jembatan Cirauci II dikerjakan oleh Rahmat.

“(Mereka) membahas pelaksanaan proyek Jembatan Cirauci II yang akan dikerjakan Rahmat. (disepakati) fee 5 persen diberikan kepada Terang Ukoras Sembiring. Padahal dia tahu Rahmat bukan spesialis jembatan,” bunyi isi dakwaan.

Perbuatan itu menurut JPU, melanggar pasal 5 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Penyedia Jasa Kontruksi.

Sebelum digantikan Burhanuddin, saksi Yudi Masril menetapkan CV Bela Anoa sebagai pemenang tender. Kontrak pun ditandatangani Yudi Masril bersama Rahmat, pada 21 Mei 2024.

Terang Ukoras Sembiring ternyata menyuruh Rahmat untuk mewakilinya. Padahal, Rahmat bukanlah karyawan ataupun jajaran direksi CV Bela Anoa yang berhak melakukan tanda tangan kontrak.

Terang Ukoras Sembiring pun kembali melanggar pasal 116 ayat 1 huruf C Permen PUPR nomor 14 tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Kontruksi Melalui Penyedia.

Cairkan Uang Muka

Usai kontrak kerja ditandatangani, Burhanuddin diangkat menjadi Kepala Dinas SDA dan Bina Marga Sultra.

Burhanuddin turut mencairkan uang muka 30 persen kepada CV Bela Anoa senilai Rp 612 juta atau Rp 545 juta setelah dipotong pajak pada 14 Juli 2021.

Setelah uang muka ditransfer ke rekening CV Bela Anoa, terdakwa Terang Ukoras dan Rahmat ini menariknya di Bank Sultra. Rahmat mencairkan senilai Rp 489 juta.

Sisanya Rp 56 juta tetap berada di rekening sebagai fee untuk Direktur CV Bela Anoa Terang Ukoras Sembiring, seperti kesepakatan pinjam perusahaan sebelumnya.

“Uang muka tersebut ternyata tidak digunakan untuk persiapan pengerjaan proyek jembatan, melainkan untuk kepentingan pribadi terdakwa Rahmat,” jelasnya.

Akibatnya, proyek Jembatan Cirauci II mengalami keterlambatan. Pengerjaan fisik jembatan hanya 2,23 persen dari rencana 76,4 persen pada 8 September 2021.

Burhanuddin pun menertibkan surat teguran dan sidang pembuktian sebanyak 3 kali kepada Terang Ukoras Sembiring. Namun, proyek tak kunjung diselesaikan.

Direktur CV Bela Anoa Terang Ukoras Sembiring beralasan, keterlambatan pekerjaan jembatan karena peralatan masih kurang.

Disamping itu, proyek terhambat karena lambatnya pengambilan sampel, cuaca buruk menyebabkan jalan rusak, menajemen perusahaan buruk dan keterlambatan bahan.

CV Bela Anoa pun diinstruksikan untuk menambah peralatan, melaporkan hasil uji bahan/job mix design, pengambilan data BMKG dan berkoordinasi dengan direksi.

“Namun, rekomendasi yang diberikan tidak semuanya direspon dan dilaksanakan, sehingga terjadi keterlambatan pekerjaan hingga masa kontrak berakhir,” tambahnya.

Telat Ajukan Klaim

Pada 14 Desember 2021, Burhanuddin memutus kontrak CV Bela Anoa.Burhanuddin pun mengajukan klaim pencairan jaminan pengerjaan ke PT Asuransi Rama Satria Wibawa senilai Rp 102 juta (Rp 102.094.350) pada 6 Januari 2022.

Ternyata klaim pencairan jaminan itu tidak dapat dipenuhi karena tidak prosedural, lantaran teguran pertama sampai ketiga belum diterima PT Asuransi Rama Satria Wibawa.

“Pembangunan Jembatan Cirauci II tidak dapat dilaksanakan karena ada kesalahan dalam perencanaan dan surat jaminan dianggap kadaluarsa, sehingga klaim pencarian jaminan tidak dapat dilaksanakan,” tulis dakwaan JPU.

Perbuatan itu, menurut JPU bertentangan dengan pasal 30 ayat 3 dan 4 Perpres nomor 16 tahun 2018 bahwa jaminan dapat berupa bank garansi atau surety bond.

Dalam ayat 4 menyebutkan jaminan dalam bentuk; tidak bersyarat; mudah dicairkan; harus dicairkan paling lambat 14 hari kerja setelah diterbitkan PPK.

Akibatnya, perbuatan terdakwa Rahmat bersama-sama dengan Terang Ukoras Sembiring dan Burhanuddin telah merugikan negara senilai Rp 647 juta (Rp 647.835.058)

“Diancam dengan pidana Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat 1 huruf B Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP,” tegas dakwaan JPU.

Kuasa hukum terdakwa Terang Ukoras Sembiring dan Rahmat, yakni Sulaiman menyayangkan status hukum Burhanuddin yang hingga kini masih menjadi saksi, bukan sebagai tersangka ataupun terdakwa.

“Burhanuddin masih berstatus saksi, tapi dalam dakwaan (JPU) turut serta,” kata kuasa hukum 2 terdakwa korupsi jembatan, Sulaiman saat ditemui di PN Kendari, pada Selasa, 7 Mei 2024 sore.

Dalam kesempatan terpisah, Burhanuddin enggan memberikan komentar terkait dugaan korupsi ini. “Silahkan tanya jaksa,” katanya beberapa waktu lalu.

Editor: Fadli Aksar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like