MATALOKAL.COM, KENDARI – Direktur PT Bumi Sultra Jaya (BSJ) berinisial Wardan membantah melakukan penggelapan pajak pengangkutan bijih nikel senilai Rp 4,3 miliar medio 2018 lalu.
Wardan menjelaskan , PT BSJ berdiri pada 2012 dan langsung memulai aktivitasnya dalam mengangkut bijih nikel milik rekanan hingga 2017. Selama itu PT BSJ patuh dan selalu membayar pajak pertambahan nilai (PPN).
Namun, pada November 2017 mitra BSJ yang menangani pengangkutan bijih nikel dari stok file ke kapal tongkang menemui kendala sehingga dilakukan penghentian pekerjaan oleh PD Perdana Cipta Mandiri.
“Akibatnya dilakukan pergantian kontraktor. Proses itu memakan waktu 3 sampai 4 bulan. Dalam masa transisi PT BSJ mengalami kerugian, tetapi perusahaan tetap mengeluarkan biaya operasional,” ujar Wardan, pada Rabu, 20 Desember 2023.
Kondisi itu membuat PT BSJ tidak melakukan aktivitas apapun sehingga transaksi keuangan perusahaan mulai mengalami gangguan.
Selain itu juga, lanjut Wardan, kejadian tersebut menyebabkan target kuota yang telah disepakati untuk tahun 2018 tidak dapat terpenuhi sehingga menyebabkan pihak BSJ mengalami kerugian.
Kemudian pada akhir Januari 2019, PT BSJ kembali mengalami kerugian. Saat itu, aktivitas pemilik cargo bijih nikel atau IUP dihentikan untuk sementara waktu. Lantaran izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) berakhir.
Proses perpanjangan pun dilakukan namun memakan waktu 3 bulan. Selama masa tunggu ini, PT BSJ tidak beraktivitas namun tetap mengeluarkan biaya operasional, seperti pembayaran bulanan 4 unit kapal tongkang, bahan bakar, gaji kru dan karyawan. Masalah itu terus berlanjut hingga 2019.
“Demi kelangsungan atas pendapatan dari kontrak pekerjaan PT BSJ, sehingga saya memutuskan untuk sebagian dana dari pencairan invoice yang telah diterima, yang seharusnya disetorkan ke negara (PPN) dialihkan sementara kepada biaya-biaya operasional di lapangan,” ungkapnya.
Tak sampai di situ, 31 Desember 2019 PT BSJ kembali dirundung masalah, yakni pemerintah mengeluarkan larangan ekspor bijih nikel. Sehingga PT BSJ mengalami gangguan keuangan dan kerugian yang sangat bertubi-tubi.
Dengan permasalahan yang terjadi dari sejak akhir tahun 2017 hingga 2019 tersebut menyebabkan PT BSJ untuk sementara waktu belum dapat menyelesaikan pembayaran atas kurang bayar dari PPN yang telah tertunggak di tahun 2018 dan 2019.
Pada saat yang sama, PT SKM merupakan salah satu dari rekan bisnis pemberi pekerjaan PT BSJ, belum menyelesaikan sisa tagihan senilai Rp 7,2 miliar.
Hal ini menyebabkan PT BSJ menunggak penyelesaian kurang bayar PPN pada 2018 dan 2019. Memasuki tahun 2020 keuangan PT BSJ semakin terpuruk, diperparah lagi dengan adanya Covid-19.
“Saat tengah terpuruk dan keuangan tidak stabil, PT BSJ tetap harus membayarkan hak 140 lebih karyawan. PT BSJ juga tetap membayar PPN Rp 2,3 miliar dari total Rp miliar pada tahun 2018. Meski masih ada kekurangan Rp 2,6 miliar lebih,” jelas Wardan.
Menurut Wardan, nilai itu belum dikurangkan dengan pajak pemasukan yang diterima PT BSJ dari mitra sebesar Rp 89,2 juta. Jika pajak pemasukan tersebut dikreditkan maka sisa kewajiban PPN yang harus dibayarkan PT BSJ adalah senilai Rp 2,5 miliar.
Selanjutnya, rincian PPN 2019 senilai Rp7,1 miliar. PT BSJ baru membayar Rp 2,8 miliar. Kredit pajak pemasukan Rp 447 juta.
Proses Penyidikan di Kanwil DJP Sulselbartra
Direktur PT BSJ Wardan menjelaskan, saat proses penyidikan di Kanwil DJP, pihaknya menyetorkan kewajiban sebentar Rp 1,6 miliar. Sehingga sisa yang belum disetorkan Rp 2,1 miliar. Nilai PPN itu belum dikurangkan dengan pajak pemasukan yang dikreditkan berjumlah Rp 803 juta.
Total keseluruhan sisa PPN yang belum disetorkan dari tahun 2018 sampai 2019 senilai Rp 3,9 miliar. Wardan mengatakan, DJP Sulselbartra menetapkan dirinya sebagai tersangka karena terlambat membayar PPN adalah tindakan terburu-buru.
“Sebagai warga negara yang taat pajak, seharusnya saya hanya diberikan pembinaan. Apalagi DJP mengetahui jelas PT BSJ masih ada piutang yang belum diselesaikan mitranya. Bahkan nilainya jauh lebih besar daripada kekurangan PPN,” tegasnya.
Sadar akan kewajiban terhadap negara dengan menyelesaikan PPN tertunggak, PT BSJ terus berupaya melakukan penagihan kepada rekanannya yaitu PT SKM, hingga upaya hukum pun ditempuh melalui Pengadilan Niaga Makassar pada 2021.
Hasilnya terjadi perdamaian, tapi PT SKM tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana tertuang dalam akta. Akibatnya, PT BSJ belum menunaikan janji bayar kekurangan PPN hingga 2023.
“Selama proses pemberkasan di DJP Sulselbartra, PT BSJ sangat kooperatif. PT SKM selaku pemilik piutang kepada PT BSJ juga sudah diperiksa penyidik Kanwil DJP Sulselbartra,” tandasnya.
Diduga Gelapkan Pajak
Sebelumnya, DJP Kanwil Kantor Wilayah Sulselbartra menetapkan Direktur PT BSJ berinisial Wardan sebagai tersangka penggelapan pajak penjualan dan pengangkutan bijih nikel.
Wardan diduga tak melaporkan pajak pertambahan nilai (PPN) senilai Rp4,3 miliar selama 2018 dari hasil pembelian dan pengangkutan bijih nikel menggunakan kapal tongkang dari pelabuhan jety ke pabrik smelter di wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra).
Usai ditetapkan sebagai tersangka, penyidik pegawai negeri sipil DJP Sulselbartra menyerahkan pengusaha pengangkutan hasil tambang itu ke penuntut umum Kejaksaan Tinggi Sultra.
Kepala Kanwil DJP Sulselbartra, Arridel Mindra mengatakan, Wardan diduga memungut PPN dari hasil pembelian bijih nikel tanpa disetorkan ke negara dan melaporkan SPT tidak benar atau curang.
“Pasal yang dilanggar adalah 39 ayat 1 huruf e tentang pungut tidak setor dan 39 ayat 1 huruf d terkait SPT dilaporkan tidak benar,” ujar Arridel Mindra.
Atas dugaan penggelapan pajak itu, Wardan diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp4,3 miliar. Namun, Direktur PT BSJ bisa lepas dari tuntutan pidana jika memulihkan kerugian keuangan negara dengan membayar biaya pokok dan denda senilai Rp16,5 miliar.
Arridel Mindra mengatakan, pihaknya tidak ingin menjerat pidana wajib pajak seperti yang terjadi pada Wardan. Sebab undang-undang pajak berorientasi pada penerimaan negara.
Selain itu, wajib pajak juga diminta untuk berkonsultasi dengan pegawai kantor pajak sebelum melakukan penyetoran PPN, sehingga tidak salah dalam menghitung dan melaporkan SPT.
“Sehingga penyerahan tahap kedua ini jadi pelajaran wajib pajak lainnya untuk silahkan kalau ada konfirmasi dari petugas pajak untuk diselesaikan, dibayarkan saja,” tandasnya.(*)
Editor: Fadli