
MATALOKAL.COM, KENDARI – Lima Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai menghina dan merintangi persidangan setelah memilih walk out dari sidang dugaan korupsi terdakwa eks Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir, di Pengadilan Tipikor, pada Rabu (15/11/2023) siang.
Lima JPU tersebut yakni Edwin Beslar, Muhammad Yusran, Ari Rahael, Anita Daud dan Zainuddin memilih meninggalkan ruang sidang setelah meminta majelis hakim diganti untuk perkara korupsi PT Midi Utama Indonesia (MUI).
Kuasa Hukum Sulkarnain Kadir, Baron Harahap menjelaskan, walk out para JPU itu terjadi ketika hendak digelar pemeriksaan saksi-saksi, dari jaksa, yakni Sukirman dan pihak PT MUI.
Namun, sebelum pemeriksaan saksi, JPU mau menyatakan sikap dan diizinkan oleh majelis hakim. Dalam pernyataan sikap itu, JPU meminta majelis hakim yang memeriksa perkara ini untuk mundur.
Selain itu, para JPU ini meminta dibentuk majelis hakim yang baru. Alasannya adalah karena 2 perkara yang lain, terdakwa Ridwansyah Taridala dan Syarif Maulana divonis bebas.
“Mereka (JPU) menyatakan tidak akan mengikuti sidang ketika majelis hakim belum diganti, mereka kemudian walk out. Majelis hakim sempat meminta mereka untuk tetap duduk di ruang sidang, tetapi mereka keluar nyelonong begitu saja,” bener Baron ditemui usai sidang.
Baron mengaku keberatan dengan sikap JPU tersebut. Karena ketika korps Adhyaksa tersebut tidak puas dengan putusan majelis hakim, ada jalur kasasi yang bisa ditempuh tanpa meninggalkan ruang sidang.
“Keberatan mereka dengan 2 perkara yang diputus bebas itu, tidak pantas rasanya ditumpahkan di kasus Sulkarnain Kadir, sebab, itu perkara yang berbeda,” tegas Baron.
Menurut Baron, pihak berperkara yang tidak sopan dalam persidangan, yakni meninggalkan ruangan, tidak menaati perintah majelis hakim merupakan tindakan contempt of court atau penghinaan pengadilan.
Akibat kejadian itu, Baron meminta majelis hakim untuk menetapkan perilaku JPU sebagai contempt of court. Apalagi mereka sengaja meninggalkan persidangan tanpa alasan yang jelas.
“Kalau sekarang ada namanya obstraction of justice, menghalang-halangi proses persidangan. Ini penghinaan yang sebesar-besarnya kepada pengadilan. Saya puluhan tahun bersidang, baru saya melihat proses persidangan seperti ini,” imbuhnya.
“Bagaimana bisa majelis hakim ditekan sedemikian rupa, dihina-hinakan, mereka mengabaikan perintah yang disampaikan ke majelis hakim,” tambah Baron.
Baron berharap, majelis hakim serius menegakkan kekuasaan kehakiman dalam kasus ini, agar tidak mudah diintervensi. “Kalau mereka ada problem kode etik, silahkan saja laporkan kode etiknya (di KY),” jelas Baron.
Baron bilang, ketika JPU tidak bisa membuktikan dakwaan dan tuntunannya, tidak boleh seolah-olah menyebut ada keberpihakan. Sehingga, baginya, tindakan jaksa adalah intervensi bagi kekuasaan kehakiman.
“Kita berharap pengadilan bisa menjaga independensinya, menjaga kemerdekaannya supaya tidak bisa ditekan. Kalau mengikuti pikiran jaksa, kecuali hakim yang sejalan dengan mereka, itu yang diinginkan untuk menangani perkara,” tandasnya.
Terpisah, JPU Kejati Sultra, Edwin Beslar mengatakan, pihaknya mengaku meninggalkan persidangan karena merasa hakim tidak adil memimpin sidang. Ia pun tak akan mengikuti persidangan selama majelis hakim tidak diganti.
“Kami tidak akan hadir dalam persidangan atas terdakwa Sulkarnain Kadir. Kami juga sudah melaporkan hakim ke Komisi Yudisial Pusat,” jelasnya.(*)
Editor: Fad5